Lihat ke Halaman Asli

Gelang Identitas Penumpang Pesawat

Diperbarui: 17 Juni 2015   14:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Mencermati kecelakaan pesawat terbang yang kerap terjadi membuat gundah setiap orang terutama keluarga korban. Sering kali kecelakaan itu mengakibatkan hilangnya identitas korban meninggal. Ini terjadi  jika pesawat yang mengalami kecelakaan meledak, terbakar atau kecebur di laut seperti yang dialami oleh pesawat Air Asia yang terjadi tanggal 28 Desember 2014. Korban yang dievakuasi akan segera diketahui identitasnya jika jenazah kondisinya ralatif utuh dan ada tanda pengenal yang melekat pada tubuh korban, misalnya KTP , kartu nama, kalung atau gelang yang berukir nama. Jika tidak ada identitas yang melekat pada jenazah terpaksa harus dicocokkan melalui cross check data post mortem dan ante mortem  seperti yang kita kenal selama ini. Cara seperti ini walaupun akurat tentunya butuh waktu dan birokrasi yang lebih rumit. Karena data ante mortem pun haruslah dari pihak yang mempunyai hubungan darah secara vertikal yaitu orang tua dengan anaknya atau sebaliknya. Persoalan akan menjadi jauh lebih rumit jika korban tidak mempunyai keturunan atau saudara sedarah.

Mungkin salah satu alternatif untuk memudahkan identifikasi jenazah adalah setiap calon penumpang  pesawat mendapat semacam gelang identitas dari pihak operator. Bahan gelang  harus tahan api dan air, misalnya stainless steel. Gelang itu mengandung identitas penumpang berupa nama penumpang ,warga negara , nama perusahaan penerbangan dan data lain yang dapat mempercepat mengidentifikasi status penumpang. Setiap penumpang wajib mengenakan gelang ini saat dalam pesawat. Jika terjadi kecelakaan mudah-mudahan kesulitan mengidentifikasi penumpang dapat dieliminir.

Tidak ada seorang pun mengharapkan kecelakaan saat menumpang kendaraan apapun, tetapi bak kata pepatah untung tidak dapat diraih, malang tidak dapat ditolak. Jadi alternatif ini hanyalah sebuah cara mengantisipasi hal yang paling buruk terjadi.

Semoga tulisan ini mendapat masukan dan penyempurnaan dari teman-teman kompasiana. Terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline