Lihat ke Halaman Asli

Hukum Memang (Tidak) Harus Ditegakkan!

Diperbarui: 24 Juni 2015   04:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dalam seminggu terakhir ini ada 4 berita tersaji diseputaran dunia penegakan “hukum” peraturan di Indonesia, khususnya di jakamemang (tidak) harus ditegakkan..!!!rta. Yang pertama adalah vonis 12 tahun untuk mantan Putri Indonesia dari 4.5 tahun menjadi 12 tahun ditambah dengan mengembalikan uang hasil korupsinya, yang kedua pemberlakuan denda bagi penyerobot jalur busway, 500 ribu untuk pengendara motor dan 1 juta untuk pengendara mobile, yang ketiga adalah pemberitaan diperiksanya Wakil Presiden Budione oleh KPK di Istana Wakil Presiden dan yang terakhir adalah di vonisnya dokter yang diduga melakukan “mal praktik” dan menyebabkan pasien nya meninggal dunia.

Berita mengenai putusan MA terkait vonis untuk mantan Putri Indonesia ini disambut beragam, dari para penggiat anti korupsi, hukuman ini sudah memenuhi rasa keadilan, bahwa sudah seharusnya para koruptor dihukum seberat-beratnya, tidak hanya dihukum masuk penjara saja tapi juga harus mengembalikan harta hasil jarahan koruptornya, atau dengan bahasa lain adalah koruptor wajib dimiskinkan. Sebagai efek jera bagi calon koruptor hal ini  sangatlah bagus, karena menurut kata orang, extra-ordinary crime harus di lawan dengan extra-ordinary justice alias tidak setengah-setengah, tegas, pasti dan tentunya adalah konsisten menerapkan hukuman bahkan hukuman yang maksimal pun harus dilakukan. Harapan nya, bahwa kasus korupsi ini tidak hanya berhenti di sang “Putri Indonesia”, melainkan menjerat aktor-aktor kuat yang berperan menggerogoti keuangan negara, ditengah-tengah “labil ekonomi” bagi rakyat kecil.

Selanjutnya, terkait sterilisasi jalur busway yang dendanya mulai diterapkan mulai hari senin yang lalu. Walau denda sudah diterapkan tapi sang penerobos yang “gagah berani” juga tidak takut terjaring polisi, bahkan ratusan kendaraan dan jumlah denda sebesar 127 juta berhasil dikumpulkan dari sang penerobos jalur busway itu. Disisi lain, ada berita bahwa ada beberapa koridor ( koridor IV ) yang steril dan “bersih”. Bahkan hari ini di media online di beritakan bahwa Bus 75 yang tanpa surat lengkap ( SIM + STNK ) tetap aja nekat masuk jalur buswa, alhasil dengan mudahnya terjaring oleh polisi yang bertugas disitu, dan selanjutnya karena ketidaklengkapan surat-surat, armada yang bersangkutan dikandangkan. Ada cerita yang lucu, terkait sterilisasi busway ini, kejadian lucu yang menimpa beberapa pengendara yang terjebak masuk busway dan dihadang oleh petugas, alhasil secara gotong royong, para pengendara sepeda motor bergotong royong, menggotong motor nya untuk keluar dari jalus busway untuk menghindar tilang dari polisi, wah.. wah.. rupayanya spirit kebersamaan di jalur busway emang “solid”. Apakah selamanya akan seperti ini ya ? busway mesti di sterilkan dari penyerobot, atau ada cara lain yang lebih manusiawi, dan disikapi secara manusiawi juga oleh semua pihak, bahwa keberadaan jalur busway ya memang untuk kendaraan bus transjakarta bukan untuk yang lain nya terutama untuk kendaraan yang tidak massal. Terus apakah sterilisasi dan penjagaan petugas akan bertahan lama dan konsisten ?

Berita yang ketiga pastinya menjadi “trending” adalah diperiksanya Wakil Presiden Budiono oleh KPK dalam kaitannya dengan Bank Century di kantor Wakil Presiden hari sabtu yang lalu. Diperiksanya Budiono bukan di kantor KPK banyak mengudang tanya, kenapa KPK yang harus mendatangi, bukan Budiono yang hadir memenuhi undangan KPK dan di periksa di kantor KPK ? apakah KPK mengistimewakan seorang pejabat negara yaitu Wakil Presiden ? KPK pun pada akhirnya juga telah memberikan klarifikasi bahwa pemeriksaan yang dilakukan di kantor Wakil Presiden tidak menyalahi aturan (atura yang mana, emang ada/gak ada aturan nya ?)

Dan yang terakahir, dan tak kalah heboh adalah di vonis bersalah 2  dokter dengan tudingan mal praktik. Keduanya, dr Ayu dan dr Hendry ditangkap lalu ditahan setelah berbulan-bulan berstatus buronan. Penangkapan sejumlah dokter di Manado atas tuduhan malpraktik mengundang reaksi keras dari Perhimpunan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI). Pada 27 November 2013 besok, dokter-dokter kandungan kompak tidak praktik seharian.

Bagi orang yang awam hukum, bahasa-bahasa hukum tersebut rasa nya kurang dapat dimengerti secara jelas, apalagi untuk orang-orang di Jakarta ini yang biasa “permisif” terhadap sesuatu yang berhubungan dengan hukum. Saking tidak taunya, tidak pahamnya atau bahkan acuh, seringkali jalan pintas, damai menjadi jalan yang ditempuh untuk menyelesaikan masalah. Hukum yang merupakan bagian dari pranata sosial, sebagai penjamin keberlangsungan hidup sosial bernegara sudah barang tentu wajib didorong untuk diterapkan seadil-adilnya, baik untuk sang pelanggar busway sampai dengan sang pemimpin negeri ini jika ada yang salah. Jangan pilih kasih, jangan sesaat panas-panas tahi ayam, selanjutnya tidak ada kejelasan. Hukumlah sesuai dengan porsi kesalahan masing-masing “pelanggar”, agar muncul keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, hukum tidak dipermainkan, dan juga tidak ditakuti, tapi dijalankan dengan sebaik-baiknya oleh semua orang, agar ketertiban, kenyamanan dapat di nikmati oleh semua rakyat. Hukuman itu menjadi “kejam” bagi yang melakukan pelanggaran, tapi sekejam-kejamnya hukuman selama diterapkan, dilakukan oleh Hakim dan Penegak hukum yang baik dan tepat, niscaya sebuah peraturan, perundangan dan hukum akan menjadi penjaga untuk kita semua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline