Ritual ojung merupakan salah satu jenis permainan tradisional yang bersifat religi-magis, permainan ini memadukan ilmu bela diri dan kanuragan, dalam kesenian tradisional ini dua orang bertarung secara fisik dengan menggunakan rotan sebagai alat pemukulnya. Secara teknis kesenian ini dibawakan oleh dua orang pemain yang dimediasi oleh seorang wasit yang disebut "babuto". Pada mulanya tradisi ini berasal dari pulau madura tepatnya di kecamatan batopote, kabupaten sumenep. Tradisi ini menyebar secara turun menurun sebagai ritual tradisi Masyarakat madura, ojung merambah keseluruh wilayah khususnya wilayah Dimana masyrakat etnis madura bermukim yakni di daerah tapal kuda yang meliputi: Probolinggo,Situbondo, Bondowoso, Jember, yang mayoritas dihuni etnis Madura atau disebut madura pandalungan.
Tradisi ojung yang pada puncaknya digelarnya sebuah pertandingan saling memukul menggunakan rotan dengan peserta laki-laki yang berusia umumnya antara 17 hingga 50 tahun, ini dibuka dengan pergelaran dua tarian yang masing-masing bernama tarian topeng kuna dan tarian rontek singo wulung. Tujuan dari tradisi ini adalah berdoa memohon hujan agar desa tidak mengalami kekeringan ketika musim kemarau panjang tiba, terhindar dari bencana alam atau tolak balak yang selalu terjadi setiap tahunnya. Tradisi ini biasanya melibatkan permainan gendang, namun setiap daerah juga memiliki alat musik yang berbeda-beda. Misalnya di Bondowoso, Probolonggo dan sekitarnya menggunakan alat musik gamelang Kenong Telo, namun di Situbondo dan sekitarnya menggunakan permainan lidah dan kendang yang jarang.
Tradisi ini merupakan tradisi yang patut dilestarikan. Karena dengan melakukan tradisi ini Menjadi usaha untuk mencegah terjadinya kekeringan di musim kemarau khususnya bagi petani yang dimana masyarakat madura asli maupun madura pandalungan yang meliputi daerah tapal kuda tersebut di musim kemarau mayoritas petani sedang menanam padi karena padi membutuhkan air selama fase pertumbuhannya, semakin baik ketersediaan air bagi fase pertumbuhan maka pertumbuhan dan produksi padi semakin baik dan semakin melimpah hasilnya.
Walaupun ada masyarakat desa sekitar yang tidak menyukai tradisi ini yang dahulu sempat menimbulkan kekerasan, namun seiring berjalannya waktu, tradisi Ojung pun banyak mengalami perubahan. prosesi sebelum melakukan ritual Ojung lebih Islami dibandingkan sebelumnya. Masyarakat percaya bahwa semakin banyak darah yang diteteskan akan semakin cepat turun hujan. Dan tradisi ini tidak menyertakan rasa dendam setelah selesai pertarungan dan baku cambuk, mereka akan kembali berjabat tangan dan rukun.
Fenomena tradisi ojung ini menjadi pro-kontra bagi masyarakat yang menganggapnya hanya mitos belaka.Beberapa orang percaya bahwa tradisi ojung mengarah pada penghindaran karena mereka berdoa meminta hujan dengan atraksi ojung. Namun kembali lagi pada kepercayaan dan keyakinan masing-masing individu. Dalam arti tertentu tidak ada hubungannya, namun masyarakat masih berpegang teguh pada apa yang dikomunikasikan dan ditanamkan oleh nenek moyang mereka hingga saat ini. Berdasarkan tanggapan berbagai kelompok masyarakat mengenai baik dan buruknya tradisi ojung, anggota masyarakat yang memahami agama bersikap netral, sedangkan masyarakat lainnya setuju dan mendukung keberadaan tradisi ojung. Orang-orang yang ahli agama itu netral, artinya tidak mendukung dan tidak mengingkari, mereka hanya saling menghormati dan menghormati. Masyarakat yang mendukung dan melihatnya sangat setuju karena tradisi Ojung merupakan budaya lokal unik yang harus dilestarikan. Pesan-pesan moral tradisi sebagai nilai-nilai budaya leluhur yang diciptakan oleh nenek moyang masih dilestarikan sehingga tetap menjadi budaya. Selain sebagai doa memohon hujan, ojung juga dapat mempererat tali silaturahmi antara warga dengan sesama agar bisa terus hidup rukun satu sama lain. Dan jagalah kemurnian hati dan iman memohon doa kepada Allah dengan harapan do'anya terkabul.
Pengadopsian nilai nilai dari Tradisi Ojung ini dalam kehidupan modern dengan mempertahankan tradisi ini juga dapat membawa perubahan yang positif bagi masyarakat yaitu pertama, masyarakat dapat mengenang perjuangan raden Imam Asy'ari yang berkembang pada abad ke-13 di Pulau Madura Dialah sang murid Sunan Kalijaga yang turut menyebarkan agama Islam di Madura. Saat itu Ojung digelar di tanah lapang yang diikuti oleh para pemudanya. Tradisi ini awalnya sama sekali tidak menggunakan ajaran Islam, kini berubah ke arah orang-orang yang mempunyai peran penting dalam masyarakat, seperti tokoh masyarakat agama dan perangkat desa. Walaupun didalamnya terdapat sesajen kepada nenek moyang, namun hanya perwujudan dari hakikat nilai-nilai adat yang tidak mau mereka hilangkan, masyarakat yang melakukannya dengan adat kebiasaan ini di setiap tahunnya berdasarkan keyakinan bukan berarti menyukutukan allah swt. Dan Masyarakat hanya boleh melakukan kekerasan pada saat ojung berlangsung, tetapi di luar ojung tidak boleh melakukan kekerasan karena sangat menyimpang dari ajaran Islam. Kedua, Tradisi Ojung ini menjadi simbol keberanian, kekuatan dan persatuan warga dalam menjaga ketentraman desa. Ketiga,tradisi ini memiliki nilai kesenangan seperti adanya hiburan yang membuat masyarakat terhibur dan juga dapat kumpul-kumpul kebersamaan dalam rangka saling menyiapkan pelaksanaan rokatan Ojung. Keempat, tradisi ojung yang awalnya menjadi ritual untuk meminta hujan. Namun seiring berkembangnya zaman, tradisi ojung juga menjadi ajang olahraga ekstrim yang cukup digemari warga dan ikut menyemarakkan rangkaian memperingati Hari ulang Tahun (HUT) kemerdekaan RI.
Hingga saat ini keseruan ojung tetap dilestarikan karena warisan budaya dari Madura ini dianggap sakral yang dapat menghindarkan diri dan masyarakat dari musibah dan bencana. Terlepas itu, nilai kekeluargaan, sportivitas, dan kebersamaan menjadi nilai utama yang selalu dijunjung tinggi. Maka dalam tradisi ini, peran generasi muda sangat dibutuhkan. Menjadi muda belum lengkap rasanya jika tidak tahu bagaimana cara mewariskan dan melestarikan kearifan lokal yang dimiliki. Generasi muda harus bangga dan aktif mempromosikannya di dunia global. Dimulai dengan langkah sederhana, yakni. memperhatikan tradisi ojung dan menelitinya atau aktif membuat sanggar budaya di setiap desa, tujuannya agar tradisi tersebut tidak hilang. Dan itu semua memerlukan kesadaran dan keinginan yang kuat dari seluruh masyarakat, baik tua maupun muda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H