Lihat ke Halaman Asli

Mahaldi Unanda

Universitas Pendidikan Indonesia

Pemberlakuan Pantang-Larang terhadap Masyarakat Kampung Adat Balai Kaliki Sesuai Adat Istiadat Minangkabau

Diperbarui: 28 Juni 2022   16:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kampung Adat Balai Kaliki merupakan sebuah perkampungan Minangkabau yang masih terjaga adat istiadat serta originalitas kekhasan tradisional Minangkabaunya. Kampung Adat Balai Kaliki terletak di Kelurahan Koto Kociak Kubu Tapak Rajo, Kenagarian Koto Nan Gadang, Kecamatan Payakumbuh Utara, Kota Payakumbuh, Sumatera Barat. Perkampungan Minangkabau yang terletak di Kota Payakumbuh ini sudah diresmikan sebagai tujuan wisata budaya dan edukasi di wilayah Provinsi Sumatera Barat. Dalam peresemiannya diresmikan langsung oleh Gubernur Sumatera Barat pada tahun 2019. Kemudian, pada tahun 2021 Kampung Adat Balai Kaliki masuk dalam nominasi Anugerah Pesona Indonesia (API) pada kategori kampung adat.

Salah satu yang menjadi keunikan dari Kampung Adat Balai Kaliki adalah letaknya yang berada di tengah hiruk pikuk Kota Payakumbuh. Keunikan ini muncul pada saat kampung adat ini masih bisa mempertahankan originalitas budayanya yang sudah diwarisi secara turun temurun dari nenek moyang di tengah gempuran perubahan zaman di Kota Payakumbuh. Daerah sekitar Kampung Adat Balai Kaliki sudah banyak mengalami perubahan, akan tetapi Kampung Adat Ini masih bisa berdiri kokoh dengan segala aturan dan adat istiadatnya. Hal ini merupakan pencapaian yang sangat luar biasa bagi Kampung Adat Balai Kaliki. Karena, biasanya sebuah perkampungan adat itu bisa kita temui di daerah yang jauh dari perkotaan serta akses untuk menuju ke lokasi kampung adatnya cukup sulit. Namun, Kampung Adat Balai Kaliki sangat mudah diakses dan keberadaannya sangat strategis di tengah Kota Payakumbuh.

Kelestarian adat dan budaya Kampung Adat Balai Kaliki tentu tidak akan terjaga begitu saja tanpa adanya upaya dari masyarakat setempat. Tokoh-tokoh adat menjadi penggerak utama dalam pewarisan budaya dan adat istiadat di kampung adat ini. Seperti yang disampaikan oleh Datuk Rangkayo Bosa saat ditemui di Kampung Adat Balai Kaliki Rabu (22/06/2022) bahwa ada beberapa cara yang dilakukan oleh ninik mamak dalam melestarikan adat dan budaya Minangkabau di Kampung Adat Balai Kaliki ini. 

Di antaranya yaitu, pertama melakukan sosialisasi kepada anak dan kemenakan dengan cara mengikutsertakan mereka dalam acara kebudayaan dan adat istiadat. Dalam hal ini terdapat sebuah aturan yaitu, aturan adat baturuik adat bapakai yang berkorelasi dengan aturan bakorong bakampuang. Setiap elemen masyarakat harus mengetahui dan melaksanakan aturan ini. Akan tetapi, pada kenyataanya tidak semua masyarakat bisa mematuhi hal ini, sehingga rasa malu sebagai sanksi sosial yang akan menjadi penyadaran bagi masyarakat yang melanggar.

Kedua, yaitu budaya ka surau dan ka lapau yang menjadi salah satu pondasi untuk  mengokohkan adat istiadat Minangkabau di kampung adat ini. Budaya ka surau dan ka lapau ini menjadi wadah untuk memberikan pengajaran serta pemahaman mengenai adat istiadat Minangkabau kepada generasi muda dengan salah satu agendanya yaitu pengajian Adat. Namun,  akibat terjadinya perkembangan dan perubahan zaman, budaya ini digantikan dengan organisasi yang merupakan inisiatif dari generasi muda yaitu organisasi Rang Mudo Kampuang Adat yang mana ini menjadi penyambung dari budaya ka surau dan ka lapau. Dengan begitu secara tidak sengaja ini adalah suatu bentuk pewarisan dan memberikan tanggung jawab lebih kepada generasi muda untuk melestarikan adat dan budaya.

Kemudian, salah satu adat istiadat yang masih diterapkan dan dipatuhi oleh masyarakat Balai Kaliki adalah pantang dan larangan yang dapat menciptakan keteraturan sosial di tengah masyarakat adat. Seperti yang disampaikan oleh Datuk Rajo Mangkuto Nan Putiah di Kampung adat Balai Kaliki pada Rabu (22/06/2022) bahwa pantang dan larang yang masih diterapkan di Kampung Adat Balai Kaliki yang sesuai dengan aturan adat istiadat Minangkabau adalah Undang-Undang Nan Duopuluah

Undang-Undang Nan Duopuluah ini terbagi dua, yaitu Undang-Undang Nan Salapan dan Undang-Undang Nan Duobaleh. Undang-Undang Nan Salapan merupakan Undang-Undang yang menentukan perbuatan kejahatan dan Undang-Undang Nan Duobaleh memberikan penjelasan mengenai tanda bukti pelanggaran Undang-Undang Nan Salapan. Sesuai dengan Namanya "Salapan" yang artinya delapan, terdapat delapan bentuk pelanggaran dalam hukum adat, diantaranya dago-dagi, sumbang-salah, samun-sakal, maling-curi, tikam-bunuah, kicuah-kecong dan tipu-tepok, upeh-racun, dan yang terakhir siar-bakar.

Dari delapan bentuk pelanggaran hukum adat yang terdapat dalam Undang-Undang Nan Duopuluah tersebut, sampai saat sekarang ini yang masih mendapat perhatian dari pemuka adat atau ninik mamak adalah sumbang-salah dan dago-dagi. Sumbang merupakan perbuatan yang salah menurut pandangan orang banyak dan salah merupakan sebuah perbuatan yang melakukan perzinaan. Bentuk pelanggaran hukum adat sumbang-salah masih banyak ditemukan di tengah masyarakat saat sekarang ini. Lalu dago-dagi, dago merupakan tindakan yang dilakukan dengan membuat berita tidak jelas sehingga menciptakan kehebohan dan dagi adalah perbuatan yang menyebarkan fitnah yang kemudian dapat merugikan orang lain.

Selain pantang larang yang terdapat dalam Undang-Undang Nan Duopuluah yang masih diterapkan oleh masyarakat Kampung Adat Balai Kaliki, juga terdapat pantang larang berupa larangan nikah sesuku. 

Dalam adat Minangkabau terdapat beberapa pembagian suku. Seperti Suku Chaniago, Dalimo, Bendang, Piliang, Melayu, dan masih banyak lagi. Sehingga dalam aturan perkawinan masyarakat yang berada dalam satu kaum artinya dalam satu suku, misalnya sama-sama dalam Suku Chaniago, antara laki-laki dan perempuannya dilarang untuk menikah. Agama sebenernya tidak mengatur akan hal ini. akan tetapi, pantang larang ini muncul dari adanya adat kebiasaan di masyarakat. Dalam artian pernikahan sesuku adalah suatu hal yang tidak dilakukan oleh orang banyak di Minangkabau, begitu juga di Kampung Adat Balai Kaliki. Sehingga, hal ini dianggap sebagai perbuatan yang melanggar ketentuan adat Minangkabau.

Dari berbagai pantang larang yang masih diterapkan dan dipakai oleh masyarakat Kampung Adat Balai Kaliki, hal ini menjadi bukti bahwa Kampung adat Balai Kaliki masih sangat menjaga eksistensi adat istiadat Minangkabau yang menjadi dasar hukum adat bagi semua daerah di wilayah Sumatera Barat, kecuali Kepulauan Mentawai. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline