Setelah sekian lama tinggal di Victoria, Australia, saya menyadari beberapa hal.
Paling enak memang tinggal sebagai mahasiswa dengan program beasiswa. Selain karena akan mendapatkan kesempatan belajar, kita tidak perlu terlalu memikirkan biaya hidup. JIka dibandingkan dengan tinggal di kebanyakan wilayah Indonesia, tinggal di Australia sangat mahal. Harga barang2 juga mahal. Dan konsumsi terbesar kebanyakan penduduk ada pada asuransi. Seorang teman yang merupakan orang Australia mengatakan kalau dia harus membayar asuransi kesehatan extra, asuransi untuk mobil, asuransi untuk TV dan peralatan rumah yang rutin dipakai (karena biaya perbaikan sangat mahal), juga asuransi kebakaran (karena musim panas bisa sangat kering dan rentan kebakaran). Memang, jika pendapatan dibawah $18.200 pertahun (yg adalah upah minimum nasional) mereka berhak mendapatkan tunjangan penghasilan, Teman saya ini, suaminya terluka saat sedang bermain bola, sehingga tidak bisa lagi bekerja sejak setahun lalu. Namun karena dia masih bekerja dan dianggap berpenghasilan cukup, dia tidak bisa mengajukan claim tunjangan. Walaupun setiap warga negara sudah dicover oleh asuransi kesehatan nasional (BPJS kalau di Indonesia), jika ingin mendapatkan pelayanan lebih, seperti dokter spesialis, mereka harus punya asuransi kesehatan tambahan. Banyaknya asuransi ini jangan diartikan tidak percaya takdir. Saya memandangnya seperti ada orang yang merasa aman dengan mengunci mobilnya dengan alarm, ada yang ditambah dengan kunci stang, ada yang masih ditambah dengan asuransi, bahkan ada yang ditambah dengan satpam khusus jagain mobil. Sampai level mana tingkat kenyamanan anda, itu terserah anda, dan saya yakin anda melakukan itu bukan karena anda tidak percaya takdir, atau berharap suatu saat mobilnya dicuri biar bisa claim asuransi, namun anda sedang berusaha menjaga titipanNya sebaik2nya.
Yang paling enak mungkin seperti keluarga Jesicca. Bekerja di Australia, namun tetap tinggal di Indonesia.
But above all, yang paling enak itu....tinggal di Indonesia. Walau banyak carut marut, namun disitulah kita diminta untuk berperan membenahi. Bukan sekedar complain. Seperti yang saya sering sampaikan didepan kelas, you can only complain if you have an alternative solution, without it, live on and adjust comfortably.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H