Lihat ke Halaman Asli

Pendidikan dengan Keterbatasan - Guru

Diperbarui: 5 Desember 2015   15:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tulisan saya kali ini masih berkaitan dengan apa yang saya daptkan pada Rural Professional Experience - Placement Program, di kawasan pinggiran di Victoria. Namun kali ini saya akan membahas tentang keterbatasan guru. 

Pada beberapa sekolah, jumlah siswa tidak menjadi hambatan, namun jumlah guru yang membatasi sekolah untuk menampung lebih banyak siswa. Lalu bagaimana cara mengatasinya? Ada dua cara yang ingin saya diskusikan kali ini. (1) Memperkuat Lesson Plan dan (2) mengikuti kelas online.

1. Memperkuat Lesson Plan

Saya menemukan, bahwa lesson planning itu sangat krusial disini. Apapun bentuk pendidikannya, senior college (kelas 7-12) ataukah junior college (preschool - kelas 6). Kelas bisa jadi diajar oleh orang yang mungkin kurang kompeten dibidangnya. Guru dengan latar belakang matematika, namun harus membantu kelas membaca. Guru dengan latar belakang olah raga namun harus membantu di kelas science. Saya menemukan banyak hal seperti ini pada junior college (SD). Apakah akan menjadi masalah? Tidak, jika lesson plan sudah tersusun dengan rapi. Karena perencanaan yang matang, yang tidak hanya melibatkan materi, media, namun juga penilaian, bisa diimplementasikan oleh siapa saja.

Diawal tahun ajaran, guru diwajibkan menyusun rencana tahunan (sebagaimana digariskan oleh kurikulum) yang kemudian di pecah menjadi rencana per semester dan per term (satu semester ada dua term). Biasanya guru akan bekerja di dalam tim agar bisa saling mengkoreksi jika ada yang merasa rencana pembelajarannya terlalu sulit atau terlalu membosankan, atau bisa saling berbagi jika ada ide menarik untuk dicoba dikelas. Tentu saja, sentuhan keahlian akan memberikan nilai tambah yang signifikan. Namun dalam keadaan darurat dimana siswa harus belajar, namun jumlah guru terbatas, improvisasi semacam ini terkadang perlu dilakukan. Bottom line nya adalah, kelas tidak boleh dalam keadaan kosong tanpa pengawasan. 

Lesson plan ini disebut sebagai RPP dalam sistem pendidikan kita. Terkadang, saat saya harus mengajar materi yang sama dengan materi yang sudah pernah saya ajar tahun sebelumnya, saya berpikir bahwa RPP menjadi kurang bermakna. Hanya mem-print apa yang sudah pernah saya buat tahun lalu. Namun saya belajar satu hal dari RPE-PP ini. Kekuatan utama lesson plan, atau RPP bukan pada apa yang nantinya akan saya lakukan dikelas. Kekuatan lesson plan saya ada pada orang lain memahaminya. Apa RPP saya bisa dipahami rekan guru lainnya? Jika suatu saat saya berhalangan hadir, apa guru yang bertugas untuk mengajar di kelas saya bisa mengajar sebagaimana yang saya harapkan? Jika tidak, maka ada yang harus saya perbaiki dari RPP saya.

Saya merasa bersalah, biasanya, jika saya berhalangan hadir, saya meninggalkan tugas. Siswa saya biarkan bekerja sendiri. Guru yang bertugas menggantikan saya hanya membagi LKS dan mengumpulkannya. Saya kehilangan waktu tatap muka, dan siswa kehilangan waktu belajar bersama saya. Jika nanti saya berkesempatan untuk kembali mengajar, saya harus lebih detail tentang RPP saya.

2. Mengikuti Kelas Online

Bagaimana dengan kelas tinggi yang menuntut keahlian dalam penyampaian materi? Beberapa sekolah yang tidak memiliki guru mata pelajaran, sekolah menyarankan siswa untuk belajar melalui kelas-kelas on-line. Dengan berkembangnya teknologi, akses pendidikan juga berkembang. Ada banyak website yang menyediakan kelas-kelas online bagi siswa yang membutuhkan. Biasanya, kelas online ini diminati oleh siswa yang menjalani 'home-schooling'. Kelas semacam ini sudah mulai berkembang di Indonesia. Dan di Australia, kelas semacam ini jauh lebih banyak ditawarkan pada tingkat universitas. 

Namun demikian, sekolah-sekolah yang saya kunjungi selalu memiliki guru untuk mengajar mata pelajaran wajib (core subjects). Sedang kelas-kelas online hanya ditawarkan untuk mata pelajaran pilihan (elective subjects). Memang ada keterbatasan saat melakukan kelas online. Terutama untuk memastikan siswa mencapai tingkat pemahaman yang ditargetkan. Oleh karenanya, banyak kelas-kelas online yang tidak memberikan ujian dalam bentuk pilihan ganda. Kebanyakan dari kelas-kelas online meminta laporan penelitian, atau paper (tulisan ilmiah), atau hasil analisa sebagai bentuk penilaian. Selain itu, diskusi pada forum diskusi virtual juga dijadikan bahan penilaian pada kelas-kelas online semacam ini.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline