Industri manufaktur skala mikro hingga besar menunjukkan geliat yang positif. Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan pertumbuhan industri nasional saat ini salah satunya ditopang oleh laju investasi di dalam negeri yang semakin meningkat. Di samping itu, giatnya pembangunan infrastruktur turut membuat pelaku usaha untuk berekspansi di Indonesia.
“Dalam rangka menjaga momentum kenaikan ini, yang terpenting adalah iklim bisnis di tanah air tetap kondusif. Apalagi pemerintah telah mengeluarkan berbagai paket kebijakan ekonomi. Beberapa sektor seperti industri otomotif, tekstil, dan olahan susu telah merealisasikan investasinya,” kata Menperin di Malang, Jawa Timur, Kamis (4/5).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, produksi industri manufaktur besar dan sedang di triwulan I-2017 naik 4,33 persen dalam setahun. Adapun produksi industri manufaktur mikro kecil triwulan I-2017 tumbuh 6,63 persen dalam setahun.
Pertumbuhan produksi industri manufaktur besar dan sedang antara lain disebabkan kenaikan produksi industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia sebesar 9,59 persen, industri makanan 8,20 persen, serta industri karet, barang dari karet, dan plastik sebesar 7,80 persen.
Menperin optimistis, pertumbuhan tersebut akan lebih terdongkrak lagi apabila kebijakan penurunan harga gas dan listrik bagi industri seluruhnya dapat terealisasi. “Bahkan, itu bisa menambah daya saing industri nasional di kancah global,” tegas Airlangga.
Langkah strategis lainnya yang perlu dilakukan, yaitu melakukan harmonisasi peraturan di segala lintas sektoral,menjaga stabilitas harga dan pasokan bahan baku industri khususnya bahan baku yang berasal dari impor, serta melaksanakan promosi dagang ke pasar non tradisional, mencari informasi kebutuhan produk dan hambatan pasar dalam rangka pengembangan pasar ekspor baru.
Periode Januari-Maret 2017, nilai ekspor nonmigas hasil industri pengolahan naik 19,93 persen dibanding periode yang sama tahun 2016. Ekspor nonmigas Maret 2017 terbesar adalah ke Tiongkok yaitu US$1,78 miliar, disusul Amerika Serikat US$1,51 miliar dan Jepang US$1,26 miliar, dengan kontribusi ketiganya mencapai 34,72 persen. Sementara ekspor ke Uni Eropa (28 negara) sebesar US$1,46 miliar.
Industri pengolahan mampu memberikan nilai tambah tinggi pada komoditas primer, menyediakan lapangan kerja, mendatangkan devisa dari ekspor, dan menghemat devisa ketika memenuhi kebutuhan dalam negeri. Menperin memproyeksikan, industri pengolahan non-migas tumbuh di kisaran 5,2-5,5 persen dengan targetpertumbuhan ekonomi sebesar 5,1-5,4 persen pada tahun 2017. “Industri menjadi sektor yang memberikan kontribusi besar bagi pertumbuhan ekonomi nasional,” ungkapnya.
Pada tahun 2016, kontribusi sektor industri pengolahan terhadap total PDB sebesar 20,51 persen,yang terdiri dari industri pengolahan nonmigas sebesar 18,20 persen dan industri pengolahan batubara dan pengilangan migas sebesar 2,31 persen.
Nilai tambah yang diciptakan sektor industri tidak hanya berasal dari proses produksi, tetapi juga mencakup seluruh aktivitas jasa yang terkait sampai dengan produk tersebut sampai kepada konsumen. Untuk itu, kontribusi sektor industri termasuk seluruh jasa-jasa terkait mencapai 31,3 persen pada tahun 2016.
Airlangga menambahkan, Indonesia mampu mempertahankan pertumbuhan positif, bahkan saat krisis finansial global, mengingat Indonesia mencapai peringkat 10 besar negara industri di dunia. Capaian tersebut berdasarkan data International Yearbook of Industrial Statistics 2016, industri manufaktur di Indonesia berkontribusi hampir seperempat bagian dari produk domestik bruto nasional.