Lihat ke Halaman Asli

Memimpin Kota dengan Hati

Diperbarui: 22 Maret 2017   13:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Foto : Facebook Fanpage Danny Pomanto

Mudah marah, kasar, dan arogan dalam bersikap merupakan tanda-tanda seseorang yang tidak kompeten dalam memimpin sebuah tim. Pemimpin yang arogan terlalu bodoh untuk mengakui kesalahan mereka, artinya mereka merasa apa yang mereka lakukan selalu benar.

Apalagi kalau orang seperti itu mendapat amanah untuk memimpin sebuah kota. Alangkah sedihnya bila masyarakat mendapatkan pemimpin seperti itu.

Memimpin sebuah kota tidak cukup hanya kreatif dan inovatif, namun harus dibarengi dengan mengunakan hati. Karena memimpin kota itu harus mampu mengerakkan masyarakatnya, bukan hanya membangun fisik kota tersebut. Dalam hal ini kita bisa belajar dari Walikota Makassar Mohammad Ramdhan Pomanto.

Mewujudkan kota Makassar, Danny Pomanto,  sapaan akrab Walikota Makassar, mengambil jalan yang berbeda dibandingkan pemimpin-pemimpin daerah lainnya. Sejak dia terpilih menjadi walikota, ada jeda waktu delapan bulan. Selama itu, dia melakukan riset. Ternyata konsep smart city masih asing bagi masyarakat. Padahal, tanpa melibatkan masyarakat, smart city akan sulit mendapatkan data akurat.

“Jadi, bagaimana agar smart city bisa diterima masyarakat,”  kata mantan dosen jurusan Arsitektur di Universitas Hasanuddin itu.

Hasilnya, Danny memilih pendekatan ‘bottom-up’. Ia mencari masalah-masalah yang ada di masyarakat, lalu dibuatkan solusinya dalam bentuk aplikasi. Kumpulan aplikasi itu kemudian diikat dalam sebuah platform. Hal ini berbeda dibandingkan pendekatan pemimpin daerah lain yang kerap membeli platform tertentu terlebih dahulu, baru diterapkan di masyarakat.

“Bicara smart city itu artinya bicara soal teknologi hardware dan software. Tapi, bahayanya teknologi itu adalah membuat semua kota menjadi sama. Terpatron dengan satu platform. Saya tidak mau disandera teknologi,” kata Danny.

Dengan pendekatan yang ia pilih, Danny menambahkan satu unsur lagi ke dalam smart city di Makassar, yakni heartware atau teknologi yang menyentuh hati masyarakat. Istilah yang Danny majukan adalah “Sombere”, bahasa lokal yang bisa diartikan sebagai “great hospitality; great brotherhood; great spirit“. Berbekal konsep “Sombere & Smart City” inilah, Danny berupaya mewujudkan kota cerdas di Makassar yang tampil berbeda dibandingkan kota-kota cerdas lainnya di dunia.

Untuk menjaga kesehatan masyarakat, Danny meluncurkan armada Home Care yang diklaim sebagai layanan smart healthcare. Layanan Home Care ini berbentuk mobil semacam ambulans yang dilengkapi fasilitas kesehatan komplet dan terhubung online. Alhasil, warga yang sakit bisa menelepon layanan ini 24 jam, lalu mobil dan dokter pun bisa segera datang ke rumah warga dalam 10 menit. “Kalau butuh pemeriksaan lanjutan, kita ada alat USG dan EKG online di mobil,"kata Danny.  Hasilnya bisa dikirim langsung ke dokter spesialis dan keluar diagnosisnya, cukup lewat smartphone.

Masih banyak lagi program-program yang diluncurkan oleh Danny Pomanto untuk memajukan kota Makassar. Tidak salah apabila Tempo memberikan Danny menjadi 10 pemimpin daerah panutan 2017. Sangat diharapkan pemimpin daerah lain bisa meniru Danny untuk memajukan daerahnya. Karena memimpin dengan hati akan sangat mempermudah untuk memajukan daerah dan menyenangkan masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline