Lihat ke Halaman Asli

Revolusi Teknologi Komunikasi dan Informasi di Sebuah Desa Terpencil di Jawa Tengah

Diperbarui: 26 Juni 2015   00:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lihat Peta Lebih Besar

Ketika masa sekolah dasar atau tepatnya 14 tahun yang lalu saya selalu teringat dengan gambaran film dari luar negeri yang pada waktu itu orang-orang luar sudah sangat familier menggunakan komputer. Pada waktu itu saya sangat gumun ketika melihat orang menggerakan jari-jemari mereka diatas tuts computer. Entah apa yang mereka lakukan dengan menggerakan jari dengan suara yang beriringan yang seolah seperti suara hujan yang mengenai atap seng. Dan ditambahlagi biasanya dilakukan oleh orang-orang yang menggunakan aksesoris kacamata berambut jabrix dengan gaya tidak karuan telah mencitrakan kepada Saya dan mungkin kepada orang luas bahwa sosok orang yang memegang computer di film pada waktu itu merupakan orang jenius. Masih juga membekas dalam ingatan Saya mengenai ‘pager”. Ada sebuah iklan dalam televisi dimana artis dalam iklan berperan sebagai kipper dalam permainan sepakbola yang tengah bersiap menjaga gawangnya dari tendangan pinalti. Pada saat sebelum tendangan pinalti dilakukan tiba-tiba saja pager sang penjaga gawang berbunyi dan bertuliskan “ kiri” yang mengindikasikan bahwa sang penjaga gawang harus bergerak kearah kiri, dan pada saat penendang pinalti melakukan eksekusi bola terbanglah sang kiper kearah kiri dan betul apa isi pesan dari pager tersebut yaitu bolanya lari kearah kiri gawang dan akhirnya penjaga gawang mampu untuk menangkap bola tendangan pinalti, dan gawang selamat dari kebobolan gara-gara pager. Pada waktu melihat iklan tersebut Saya berpikiran pager ibaratnya sebuah alat yang mampu berbuat sebagai paranormal yang bisa membaca pikiran orang. Sampai suatu ketika saya bermimpi suatu saat nanti saya akan membeli pager yang akan saya gunakan untuk mengerjakan soal-soal ujian sekolah yang sulit untuk Saya pecahkan sendiri Masih juga membekas dalam ingatan saya mengenai handphone atau HP. Dulu didalam pikiran Saya ada sebuah pertanyaan mendasar mengenai cara kerja HP yaitu kenapa HP bisa digunakan untuk berkomunikasi dengan orang lain dalam tempat yang berbeda. Pada waktu itu saya tidak berpikiran jika membeli HP tidak akan pula membeli kartunya atau pulsanya. Dan jawaban sementara untuk pertanyaan tadi yaitu Saya mengasosiasikan atau menyamakan HP dengan handy talkie atau HT. Saya tahu HT dari perhatian saya kepada polisi yang bertugas di Alun-alun di Kecamatan pada saat ada acara karnaval 17 Agustus. Pada waktu itu saya melihat petugas polisi yang sedang mengamankan jalannya acara sambil menenteng HT dan sesekali si Polisi berbicara sambil menjulurkan mulutnya kearah HT. Karena ada sebagian pendidikan warga kampung Saya yang baik terutama ada beberapa warga yang mendalami dunia elektronik sampai-sampai ada yang bisa membuat alat radio komunikasi, istilah local kampong Saya adalah “brekbrekan”. Radio dibuat dengan memasang komponen elektronika yang dibeli dari toko yang ada di kecamatan. Komponen yang telah dipasang kemudian dimasukan kedalam kotak kayu yang bentuknya mirip dengan kardus sepatu. Finishing modelnya terlihat asal-asalan, asal bisa bersuara dan asal bisa mengirimkan suara. Jaringannya bisa mencapai satu kabupaten bahkan ada sinyal dari luar kabupaten yang tertangkap radio brekbrekan buatan anak kampung Saya. Sungguh sangat mengasyikan ketika pertama kali bisa melakukan hubungan dengan orang diluar sono hanya dengan menggunakan seperangkat alat radio tanpa memikirkan banyak pulsa yang terpakai. Bertambah detik, bertambah menit, bertambah jam, bertambah hari, bertambah bulan dan bertambah tahun semua berjalan menurut waktu yang terus berubah. Waktu juga ikut mempengaruhi cara berkomunikasi yang ada dikampung Saya. Sekarang sangat jarang ditemui orang yang mau setia dengan radio komunikasinya. Handphone sudah menyebar sangat pesat. Hampir setiap orang sudah pegang handphone mulai dari kakek nenek sampai anak SD , bahkan ada sebagian besar orang yang pegang dua handphone. Selain harganya yang murah, handphone mudah didapatkan karena orang-orang kampong Saya sudah terjangkit virus yang bernama “jaim" ( jaga imej). Entah itu pulsanya ada atau tidak, tetapi yang terpenting pada saat dijalan pegang HP dilihat banyak orang . Hal itu merupakan sesuatu kepuasan yang tiada tara. Unsur prestise ikut berperan dalam memotivasi orang dalam kepemilikan HP, apalagi anak-anak muda usia baru gede. Fungsi utama sebuah telepon seluler yaitu untuk SMS atau menelpon tetapi akhir-akhir ini dengan berkembangnya dunia internet di Indonesia telepon seluler berperan sebagai media yang mampu menhadirkan jaringan internet dengan cepat. Perkembangan tersebut juga berimbas kepada warga kampung Saya yang juga semakin familier dengan internet. Internet oleh anak muda kampung Saya sebagian besar hanya digunakan untuk mengakses Facebook. Sebenarnya banyak warga kampung saya yang tidak tahu bagaiman cara memiliki akun facebook. banyak dari mereka yang meminta bantuan kepada orang lain (termasuk saya) untuk dibuatkan akun facebook. untuk awal-awal menggunakan facebook mereka rasanya masih banyak bertanya-tanya kepada orang yang lebih tahu. banyak sekali kesalahan-kesalahan yang dilakukan warga desa saya terhadap akun facebook nya. Akibatnya facebook mereka tidak bisa dibuka. untuk urusan ini umumnya mereka sangat bingung untuk mengatasinya. Dan banyak dari mereka yang akhirnya membuat akun baru lagi, namun ada juga yang meminta bantuan orang lain untuk membetulkannya. mungkin ini juga salah satu mengapa di indonesia jumlah pengguna facebook begitu banyak, yang diantaranya adalah karena banyak orang yang memilik lebih dari satu akun facebook. Jejaring sosial seperti Facebook memang sangat berguna untuk menjalin silaturahmi dengan orang-orang yang sudah lama tidak ditemui. Banyak dari warga kampung Saya yang pergi merantau baik untuk mencari ilmu atau bekerja. Desa Saya termasuk desa yang banyak mengirimkan tenaga kerja ke luar daerah seperti ke Jakarta atau bahkan menjadi TKI keluar negeri. Dengan menggunakan facebook mereka bisa mengikatkan kembali tali silaturahmi yang sudah lama putus. Namun tahukah bahwa selain silaturahmi, facebook oleh warga desa Saya digunakan untuk aksi "narsis". Narsis jika diartikan secara sederhana yaitu kecintaan kepada dirinya sendiri. Orang yang narsis cenderung akan menunjukan sesuatu kepada orang lain mengenai kelebihan-kelebihan yang dimilikinya . Sifat seseorang yang sedang narsis didalam facebook antara lain bisa dilihat dengan memposting gambar dirinya yang sedang berada ditempat-tempat tertentu, atau memposting gambar dirinya yang paling enak dilihat. Jika ada poto yang bisa mengganggu imejnya maka foto tersebut akan segera dihapus. Atau membuat postingan yang ingin mendapat respon karena orang lain tidak bisa melakukan seperti apa yang dilakukannya. Dengan tujuan akhir yaitu orang yang membaca postingan kerkagum-kagum dengan apa yang kita tuliskan di facebook. Teknologi tentu ada sisi negatif dan sisi positifnya tergantung dari penggunanya mau mengarahkan kemana. Majunya dunia teknologi komunikasi dan informasi semestinya bisa kita gunakan untuk memperkuat sumberdaya kita. Pemerataan jaringan ke seluruh pelosok nusantara akan sangat membantu warga masyarakat untuk mendapatkan informasi yang lebih luas. Diperlukan proses pendidikan agar masyarakat yang hidup di daerah bisa mengenal teknologi komunikasi dan informasi. Tentunya jika masyarakat yang ada didaerah cakap dalam menggunakan teknologi komunikasi dan informasi berarti kesenjangan akses informasi antara kota dan daerah bisa dihindari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline