“Ayaah, ayoo... aik awatnya, dika au ke ‘ancis......, dika au ikut!....”, tersenyum campur terharu saya mendengar ucapan anak saya yang belum menginjak usia 3 (tiga) tahun itu, saat bersama bundanya mengantar keberangkatan saya ke Bandara Soekarno-Hatta dalam rangka menjalankan dinas kantor selama 10 (sepuluh) hari di Perancis.
Beberapa kali ketika terlihat pesawat dari kejauhan ia selalu berteriak, “itu awatnya!......ayoo ayaah..., ikuut??....”, padahal baru pada hari keberangkatan tersebut ia saya beritahukan tentang rencana kepergian saya ke Perancis. Saya sempat menyampaikan kepadanya:“Ayah mau ke Perancis, kerja!, Dika jaga Bunda dirumah ya??......” eh..., ternyata dia sudah hafal ayahnya mau kemana, akibatnya selama dibandara ia tidak mau lepas dari pelukan saya.
Seperti pernah saya ceritakan dalam tulisan sebelumnya mengenai rencana keberangkatan saya ke Perancis, maka pada kesempatan kali ini saya bermaksud melanjutkan untuk menceritakan perjalanan saya selama 8 (delapan) hari di Perancis dan 2 (dua) hari di perjalanan, yang karena kesibukan pekerjaan selama ini, sempat tertunda hampir lebih dari 3 (tiga) bulan untuk di-posting, “heeemmmm...., saya baru sadar ternyata sudah lama juga yach??....”, namun saya berharap belum daluarsa dan masih ada manfaatnya jika saya sharing disini.
Tiba di Bandara Soekarno-Hatta kurang lebih pukul 13.00WIB, lalu setelah makan siang di Tony Jack’s (dulu McD) bersama keluarga kecil saya, kemudian saya segera bersiap-siap untuk melakukan boarding pass setelah sebelumnya berpamitan pada istri dan anak saya. Pesawat penerbangan milik maskapai China, Chatay Pacific, yang rencananya akan membawa saya selama kurang lebih 4 (empat) jam terbang menuju Hongkong International Airport untuk transit, sebelum kemudian melanjutkan perjalanan menuju International Airport Charles de Gaulle (dalam bahasa Perancis: Aéroport Paris-Charles de Gaulle), Paris-Perancis.
Selama perjalanan dipesawat, meskipun tidak berada dikelas eksekutive namun pelayanan yang diberikan oleh airlines berskala internasional, Cathay Pacific ini cukup memuaskan, mulai dari keramahan para kru-nya, makanan dan minuman lezat yang disajikan, hingga komplitnya fasilitas audio-visual yang membuat saya sangat menikmati perjalanan tersebut, sangat berbeda sekali dengan perjalanan domestik yang juga sering saya lakukan dalam wilayah Indonesia.
Tiba di Hongkong International Airport kurang lebih pada pukul 21.00 waktu setempat dan setelah melewati beberapa kali pemeriksaaan yang cukup detail dan sangat memakan waktu (menurut saya), karena harus dilucuti layaknya seorang penjahat yang sedang tertangkap basah, saya langsung bergegas menuju pintu keberangkatan nomor 65, untuk bertemu dengan rekan sekantor yang juga ditugaskan bersama ke Perancis, namun ia berangkat dari Bandara Ngurahrai, Bali dan rencananya baru pada pukul 23.45 waktu setempat, pesawat Chatay Pacific dengan nomor penerbangan CX-261 akan membawa kami terbang menuju International Airport Charles de Gaulle (CDG), Paris-Perancis.
Waktu selama kurang lebih hampir 3 (tiga) jam yang tersisa untuk menunggu penerbangan berikutnya kami manfaatkan untuk bersantai-santai sambil ngobrol-ngobrol dengan layar monitor laptop yang tak pernah lepas dari dunia online. Kondisi Hongkong International Airport yang sangat nyaman ditambah dengan fasilitas akses wi-fi yang sangat kencang, membuat kami sangat menikmati waktu menunggu tersebut. Sesekali juga kami merebahkan badan yang mulai terasa pegal dan lelah akibat perjalanan yang pastinya akan sangat menyita waktu tersebut.
Sambil merebahkan badan saya mencoba berpikir untuk membanding-bandingkan Hongkong International Airport dengan bandara-bandara internasional lainnya, terutama yang dimiliki oleh negara kita, Indonesia. Dari pengalaman beberapa kali saya dinas keluar kota dan singgah di bandara-bandara berkelas internasional selama ini, setahu saya selain Bandara Soekarno-Hatta di Tangerang (dahulu Jakarta), ada juga Bandara Juanda di Surabaya, Bandara Sepinggan di Balikpapan, Bandara Ngurahrai di Bali dan bandara-bandara lainnya yang (mungkin) belum saya singgahi, saya merasa ada banyak perbedaan yang cukup signifikan, terutama dari sisi keamanan dan kenyamanan.
Sebagai contoh, dari sisi kenyamanan, pernah saat saya menuju Jakarta di Bandara Juanda Surabaya sesaat setelah boarding pass dan bersiap menunggu dikoridor ruang keberangkatan, saya menyempatkan diri untuk makan siang sebentar disebuah restoran yang udaranya penuh sesak karena bertaburan dengan asap rokok dan karena (kebetulan) saya bukan seorang perokok, kondisi ini tentunya membuat saya sangat tidak nyaman dan segera bergegas meninggalkan restoran tersebut setelah selesai menyantap makan.
Kondisi ini tidak saya temui di Hongkong International Airport, mulai dari ruang tunggu yang sangat nyaman, keamanan yang selalu bersiaga dan mondar-mandir disekitar ruang tunggu membuat para pengunjung bandara (termasuk saya) merasa sangat nyaman. Sebelum lebih jauh saya bersantai-santai sambil tiduran dikursi tunggu, panggilan keberangkatan menuju International Airport Charles de Gaulle (CDG), Paris-Perancis, akhirnya menyapa kami agar segera bergegas untuk masuk kedalam antrian penumpang pesawat yang memang sudah terlihat standby sejak sejam yang lalu pada posisinya.
Sambil menyiapkan passport dan tiket pesawat, kami tetap berada dalam barisan antrian sambil menunggu para kru-kru pesawat Chatay Pacific yang cantik-cantik bak artis film Hongkong terkenal yang dipasangkan dengan Jacky Chen atau Jet Li, mendatangi kami satu persatu untuk memeriksa tiket dan memberikan stempel pada passport kami masing-masing.........................................................................(berlanjut)................................................