Lihat ke Halaman Asli

Belajar Berdamai

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku pernah menitipkan berjuta doa untuk sebuah hati yang aku yakini adanya. Mencintainya seperti senja yang mencintai bintang, rela luruh demi melihat bintangnya bersinar, bintangku. Bilangan tahun aku berbagi hidup dengannya, menyangganya seperti akar pohon, agar ia kokoh kala sumpah serapah menghantamnya tanpa jeda. Sampai sini kau tau kan kenapa aku menyukai pohon dan ingin ditatoo dengan gambar tersebut?

Lalu semesta mempermainkan aku. Cerita yang  kami tulis tak pernah menjadi buku yang kelak bisa kami ceritakan pada para cucu. Kami berdiri pada dua frekuensi cinta yang berbeda. Aku cinta dia dan dia cinta wanitanya yang lama. Aku bisa apa?

Aku, si gadis kecil ayah ini, merutuki dirinya dengan kejam. Mengutuk dirinya mengapa tak sekalian saja semesta mencabut nyawanya. Biar lepas dan impas, sebab ia kini hanya sebuah barang bekas.

Tahukah kamu, aku sudah belajar berdamai dengan takdir, dengan menghadirkanmu dalam fikir. Lihat aja aku yang sekarang. Jangan kau korek bagian aku yang ingin segera kumakamkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline