Lihat ke Halaman Asli

Yulti Klaudia

Yulti Klaudia

Motang Rua Pahlawan Manggarai yang Menentang

Diperbarui: 13 April 2021   19:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kedatangan Belanda di Manggarai dari Ende mendarat di Borong dan terus menelusuri Pantai Selatan sampai di Todo. Kedatang serdadu Belanda tidak mendapat perlawanan yang berarti. Di Borong ada sedikit gejolak antara utusan Belanda (Suku Ende ) dengan masyarakat setempat namun tidak menimbulkan gejolak. Setelah sampai di Todo Belanda ingin mendirikan pusat Pemerintahan Sipil -- Militer, akan tetapi karena topografi Todo yang berbukit-bukit, maka dicarikannya tempat yang lain. Tempat-tempat yang menjadi incaran Belanda untuk dijadikan pusat Pemerintahan Sipil-Militer ialah Malawatar ( Lembor ), Cancar dan Puni ( Kota Ruteng sekarang).

Pemerintah Sipil -- Militer -- Belanda dalam mengawali kekuasaan di Manggarai tentu dengan membangun rumah rumah dan perkantoran. Di dalam rencana Belanda, penetapan resmi pemerintahan administratif daerah jajahan Manggarai ditetapkan tanggal 31 Juli 1909 bertepatan dengan hari raya Kerajaan Belanda. Di Puni  kegiatan Belanda membangun " perkantoran Belanda " tak kenal lelah segala kekuatan dikerahkan. Rakyat secara paksa membawa alang-alang untuk atap dan bahan bangunan lainnya. Perlakuan semena-mena ini tidak diterima oleh Motang Rua, yang pada saat itu menjabat sebagai kepala kampung Beokina.

Tindakan pertama dari Motang Rua menghimpun kekuatan dengan konsolidasi dengan teman-teman seperti Sesa Ame Bembang, Padang Ame Naga, Naga Ame Demong, Lapa Ame Sampu, Angko, Rumbang, Tengga Ame Gerong, Sadu Ame Mpaung ( meninggal di pembuangan Sawa Lunto ), Nompang Ame Tilek, Ulur, Kedaluan Lelak ( Paci Ame Rami, Nggarang Rombeng Rejeng, Dareng Ame Darung ) Kedaluan Ndoso ( Pakar Ame Jaga ) Kedaluan Ndehes ( Raja Ame Kasang Ngampang Leok ), Kedaluan Ruteng ( Nggorong Carep, Tanggu, Kelang Labe, Wakul ) serta adik kakaknya ( Ranggung Lalong Elor, Parang Ame Panggung Nggelong, Parung Jalagalu, Lancur Lalong Pongkor, Latu Lando Rata, Tangur, Nicik, Nggangga, Anggang Ame Geong, Nancung Laki rani, Tagung, Dorok, Corok, Rede, Seneng, Talo, Hasa, Andor Jagu ) sementara rakyat kemudian membenahi Benteng Kuwu sambil memboikot rakyat lainnya yang berasal dari arah wilayah Lelak, Ndoso, kolang dan Rahong agar tidak menghantar bahan bangunan, makanan untuk kepentingan Belanda di Ruteng.

Alang-alang, ijuk, balok ditahannya dan dipotong-potong dan dikirimnya ke Ruteng. Atas perlakuan itu, maka Belanda menyuruh kurir khusus bernama Japa Ame Iba, sesampai di Wae kang Japa Ame Iba berani memukul seorang rakyat yang bernama Unduk, pengantar alang-alang. Karena peristiwa pemukulan itu, maka Motang Rua membunuh utusan khusus itu, dan hal ini membuat serdadu Belanda marah.

Dipanggilnya Dalu Pasa, Sesa Ame Bembang pada tanggal 31 Juli 1909 di Puni Ruteng agar perintahkan Motang Rua untuk menghadap Belanda. Motang Rua, tidak mau menghadap malah memunculkan tantangan; bahwa kami tidak akan taluk kepada Belanda, sampai kami mati, dan tanah ini, tidak relah kami serahkan kepada orang nggera ( kulit putih).

                                                                                                                                                            

  • Sekilas tentang Motang Rua

Akhir-akhir ini nama Motang Rua tidak asing lagi bagi masyarakat Manggarai. Tokoh kelahiran tahun 1860 di Beo Kina, Kecamatan Rahong Utara, Kabupaten Manggarai tersebut menjadi wacana masyarakat Manggarai saat ini. Dia adalah salah satu pejuang yang menentang penjajah Belanda atas tanah Manggarai-Flores, Nusa Tenggara Timur abad ke-20.

                                                                                                    

Asal-muasal lahirnya perlawanan Motang Rua berawal dari masuknya Belanda di tanah Manggarai yang sekarang sudah menjadi tiga kabupaten: Kabupaten Manggarai Timur, Manggarai Raya, dan Manggarai Barat. Dengan menggunakan armada laut, Belanda datang dari Ende dan berlabuh di Borong (sekarang Ibukota Kabupaten Manggarai Timur) pada tahun 1908. Setelah berapa lama di Borong, Belanda lalu bergeser ke arah barat lewat pesisir pantai selatan. Kaum kolonial ini menjelajah lokasi demi lokasi untuk mendirikankantor pemerintahan sipil di Manggarai.
Sebelum Belanda masuk di Manggarai sudah ada kerajaan Todo-Pongkor. Berada di pesisir Selatan Manggarai, membuat Belanda mudah menjumpainya saat eksplorasi lokasi kantor administrasi. Menurut catatan sejarawan Dami N Toda (Manggarai Mencari Pencerahan: Historiografi), utusan Belanda sempat singgah di Todo-Pongkor. Di sana, mereka membuat kesepakatan tidak akan mengganggu apa lagi merebut hak dan kekuasaan kerajaan.

Awal perjuangan Motang Rua sebenarnya dilatarbelakangi oleh tindakan semena-mena dari penjajah Belanda terhadap masyarakat Manggarai. Ada beberapa kebijakan pemerintah Belanda yang menurutnya merugikan masyarakat Manggarai.

Sebagai contoh, pemerintah Belanda memaksa masyarakat Manggarai membawa alang-alang dan kayu ke Ruteng untuk kepentingan pembuatan kantor pemerintahan Belanda. Selain itu, masyarakat Manggarai diminta untuk memberikan upeti kepada pemerintah Belanda.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline