Setiap orang tua pasti menghendaki kehadiran seorang anak. Anak yang diharapkan oleh orangtua sudah tentu Anak yang terlahir ke dunia adalah sempurna tanpa memiliki kekurangan satupun. Namun bagaimana jadinya apabila harapan itu tidak terpenuhi sebaliknya pada kenyataannya berbanding balik.
Di dunia ini Tidak ada satupun manusia yang tidak memiliki kekurangan. Manusia tidak ada yang sama satu dengan lainnya. Seperti apapun keadaannya, manusia diciptakan unik oleh Sang Maha Pencipta. Setiap orang tidak ingin dilahirkan di dunia ini dengan menyandang kelainan maupun memiliki kecacatan.
Orang tua juga tidak ada yang menghendaki kelahiran anaknya menyandang kecacatan. Kelahiran seorang anak berkebutuhan khusus tidak mengenal berasal dari keluarga kaya, keluarga berpendidikan, keluarga miskin, keluarga yang taat beragama atau tidak.
Orangtua tidak mampu menolak kehadiran anak berkebutuhan khusus. Sebagai manusia, anak berkebutuhan khusus memiliki hak untuk tumbuh dan berkembang di tengah-tengah keluarga, masyarakat dan bangsa. Ia memiliki hak untuk sekolah sama seperti saudara lainnya yang tidak memiliki kelainan atau normal.
Tuhan Sang Pencipta mempunyai tujuan yang sangat mulia karena orangtua memiliki anak berkebutuhan khusus, dan manusia harus meyakini hal tersebut dengan taat kepadaNya.
Ternyata ada Banyak factor yang melatarbelakangi penyebab anak sehingga menjadi berkebutuhan khusus, dilihat dari waktu kejadiannya dapat bisa kejadian sebelum kelahiran, saat kelahiran dan penyebab yang terjadi setelah lahir.
Di Indonesia perkembangan jumlah anak berkebutuhan khusus (ABK) di Indonesia dari tahun ke tahun naik secara signifikan bahkan PBB memperkirakan bahwa paling sedikit ada 10 persen anak usia sekolah yang memiliki kebutuhan khusus.
Di Indonesia, jumlah anak usia sekolah, yaitu 5 - 14 tahun, ada sebanyak 42,8 juta jiwa. Jika mengikuti perkiraan tersebut, maka diperkirakan ada kurang lebih 4,2 juta anak Indonesia yang berkebutuhan khusus. Di Indonesia belum ada data resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Menurut data terbaru jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia tercatat mencapai 1.544.184 anak, dengan 330.764 anak (21,42 persen) berada dalam rentang usia 5-18 tahun.
Dari jumlah tersebut, hanya 85.737 anak berkebutuhan khusus yang bersekolah. Artinya, masih terdapat 245.027 anak berkebutuhan khusus yang belum mengenyam pendidikan di sekolah, baik sekolah khusus ataupun sekolah inklusi.
Sedangkan dari asumsi PBB (Persatuan Bangsa-Bangsa atau United Nations) yang memperkirakan bahwa paling sedikit 10% anak usia sekolah menyandang kebutuhan khusus. Jumlah anak berkebutuhan khusus pada tahun 2011 silam tercatat sebanyak 356.192 anak, namun yang mendapat layanan baru 86.645 anak dan hingga tahun ini baru 105.185 anak, tahun 2012 pemerintah mentargetkan minimal 50% anak berkebutuhan khusus sudah terakomodir.
Memahami Istilah ABK
Mungkin kita semua udah tau tentang ABK ini, Yakni Anak berkebutuhan Khusus, dalam kehidupan kita sehari-hari, masih sering sekali terjadi penggunaan istilah-istilah yang sering dipakai untuk anak berkebutuhan khusus, mungkin bagi Sebagian orang dalam anggapannya sebagai kata bagi anak yang berkelainan ataukah sebagai bentuk padanan kata.
Namun bagi saya anggapan seperti ini sebenarnya tidak benar dan harus dihilangkan dari muka bumi ini, karena dalam pengertiannya sendiri, anak berkebutuhan khusus mengandung makna yang sangat luas, bisa jadi sebagai anak-anak yang memiliki hambatan dalam proses belajarnya.
Proses penyebarannya di lingkungan masyarakat sulit membedakan mana anak berkebutuhan khsusus dengan kecacatan tapi malah lebih sering menonjolkan label kecacatan yang dijadikan sebagai patokan dan memberikan layanan Pendidikan dan intervensi bagi Anak.
Anak yang dilabeli kecacatan kemudian dipandang sebagai bagian dari satu kelompok yang sama, tak disangka kita secara tidak sadar telah menghilangkan eksistensi anak itu sebagai individu manusia ciptaan Tuhan oleh karena itu, berdasarkan label itulah layanan pendidikan diberikan dengan cara yang sama pada semua anak yang memiliki label kecacatan yang sama, dan tidak mempertimbangkan aspek-aspek lingkungan dan faktor-faktor dalam diri anak.
Sebagai contoh jika hasil pengujian medis menunjukkan bahwa seorang anak dikategorikan sebagai anak autisme, maka semua anak autisme akan diperlakukan dengan cara dan pendekatan yang sama berdasarkan label dan karakteristik nya. Apa sajakah yang membedakannya ?
Sobat kompasianer tahukah kalian bahwa ternyata Anak berkebutuhan Khusus ini mempunyai kategori yang tidak bisa kita samakan sifatnya. Mungkin selama ini yang ada di benak masyarakat adalah satu jenis yaitu anak berkebutuhan khusus itu saja dan pasti mempunyai kendala yang sama persiskan ? Ternyata tidak demikian.
Ada Yang sifatnya itu permanen
Anak berkebutuhan khusus yang bersifat permanen adalah anak-anak yang mengalami hambatan belajar dan hambatan perkembangan yang bersifat internal dan akibat langsung dari kondisi kecacatan, yaitu seperti anak yang kehilangan fungsi penglihatan, pendengaran, gannguan perkembangan kecerdasan dan kognisi, gangguan gerak (motorik), gannguan iteraksi-komunikasi, gannguan emosi, social dan tingkah laku.
Dengan kata lain anak berkebutuhan khusus yang bersifat permanent sama artinya dengan anak penyandang kecacatan. Istilah anak berkebutuhan khusus bukan merupakan terjemahan atau kata lain dari anak penyandang cacat, tetapi anak berkebutuhan khusus mencakup spektrum yang luas yaitu meliputi anak berkebutuhan khusus temporer dan anak berkebutuhan khusus permanent (penyandang cacat).
Oleh karena itu apabila menyebut anak berkebutuhan khusus selalu harus diikuti ungkapan termasuk anak penyandang cacat. Jadi anak penyandang cacat merupakan bagian atau anggota dari anak berkebutuhan khusus. Oleh karena itu konsekuensi logisnya adalah lingkup garapan pendidikan kebutuhan khusus menjadi sangat luas, berbeda dengan lingkup garapan pendidikan khusus yang hanya menyangkut anak penyandang cacat.
Ada yang sifatnya Sementra (Temporer)
Anak berkebutuhan khusus yang bersifat sementara (temporer) adalah anak yang mengalami hambatan belajar dan hambatan perkembangan disebabkan oleh faktor-faktor eksternal. Misalnya anak yang yang mengalami gangguan emosi karena trauma akibat diperekosa sehingga anak ini tidak dapat belajar.
Pengalaman traumatis seperti itu bersifat sementra tetapi apabila anak ini tidak memperoleh intervensi yang tepat boleh jadi akan menjadi permanent. Anak seperti ini memerlukan layanan Pendidikan kebutuhan khusus, yaitu pendidikan yang disesuikan dengan hambatan yang dialaminya tetapi anak ini tidak perlu dilayani di sekolah khusus.
Di sekolah biasa banyak sekali anak-anak yang mempunyai kebutuhan khusus yang bersifat temporer, dan oleh karena itu mereka memerlukan pendidikan yang disesuiakan yang disebut pendidikan kebutuhan khusus.
kita tarik Sebagai contoh : pada seorang anak yang baru menjalani Kls I di Sekolah Dasar, kondisi dimana ia berada memahami bahasa ganda. Ketika sedang berada di rumah orang tuanya berkomunikasi dengan Bahasa asli sunda, tetapi Ketika di sekolah pada saat proses belajar mengeja, membaca dengan Bahasa Indonesia. Pasti muncul kesulitan dalam proses belajarnya. Dalam konteks ini dikelompokkan sebagai anak yang berkebutuhan khusus.
Anak seperti ini pun dapat dikategorikan sebagai anak berkebutuhan khusus sementra (temporer), dan oleh karena itu ia memerlukan layanan pendidikan yang disesuikan (pendidikan kebutuhan khusus). Apabila hambatan belajar membaca seperti itu tidak mendapatkan intervensi yang tepat boleh jadi anak ini akan menjadi anak berkebutuhan khusus permanent.
Jadi semestinya ada pemahaman yang jelas terkait anak berkebutuhan khusus, dengan begitu kedepannya kita akan memiliki pencerahan yang cukup jelas tentang anak berkebutuhan khusus. Hingga pada saatnya nanti kita dengan sendirinya akan menghadapi setiap pandangan serta keberagman yang majemuk di lingkungan masyarakat dan dalam Dunia Pendidikan khusunya di sekolah saat ini yang sedang berkembang. Ada beberapa bentuk penanganan dalam hambatan belajar Anak.
Bentuk Penanganan pada Anak yang Memiliki hambatan Belajar, melalui :
1. Terapi Perilaku
Terapi perilaku yang sering digunakan adalah modifikasi perilaku. Dalam hal ini anak akan mendapatkan penghargaan langsung jika dia dapat memenuhi suatu tugas atau tanggung jawab atau perilaku positif tertentu. Sebaliknya, anak jugaakan mendapatkan peringatan jika ia memperlihatkan perilaku negatif. Dengan adanya penghargaan dan peringatan langsung ini anak dapat mengontrol perilaku negatif yang tidak dikehendaki, baik di sekolah maupun di rumah.
2. Psikoterapi Suportif
Psikoterapi Suportif dapat diberikan kepada anak dan keluarganya. Tujuannya adalah memberi pengertian dan pemahaman mengenai kesulitan yang ada, sehingga dapat menimbulkan motivasi yang konsisten dalam usaha memerangi kesulitan ini.
3. Pendekatan Psikososial lainnya
Pemberian Psikoedukasi ke guru dan pemberian pelatihan keterampilan sosial bagi anak.
Penerapan Sistem Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus melalui Home Scholing
Pendidikan itu berlangsung seumur hidup. Pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup yang mempengaruhi pertumbuhan individu.
Menuntun seluruh kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar sebagai manusia dan anggota masyarakat mendapat keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Kemudian pada Undang-Undang RI Nomor 2 tahun 1989 juga mendefinisikan pendidikan sebagai usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa akan datang.
Pendidikan bukan hanya dipandang sebagai usaha pemberian informasi dan pembentukan keterampilan saja, namun diperluas sehingga mencakup usaha untuk mewujudkan suatu cita-cita, kebutuhan dan kemampuan individu sehingga tercapai pola hidup pribadi dan social yang memuaskan, Pendidikan bukan semata-mata sebagai sarana untuk persiapan kehidupan yang akan datang, tetapi kehidupan anak sekarang yang sedang mengalami perkembangan menuju ketingkatan kedewasaanya. Homeschooling pada dasarnya merupakan metode pembelajaran yang menekankan pada masalah sikap dan pendekatan belajar yang lebih mandiri.
Di homeschooling, pelajar bisa memiliki materi pelajaran apa yang mau dikaji tiap harinya sesuai dengan minatnya. Sederhananya sekolah rumah menampatkan wewenang di tangan si pembelajar. Pada dasarnya homescholing bersifat unik, setiap keluarga mempunyai latar belakang berbeda sehingga setiap keluarga akan membentuk model homescholing yang berbeda pula. Orangtua yang menjalankan homescholing untuk anaknya penting untuk berinteraksi dan membentuk jaringan (networking), sebagai para proteksi homescholing lokal bersama orangtua lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H