Lihat ke Halaman Asli

Surat (bukan) untuk Pak Jokowi

Diperbarui: 18 Juni 2015   05:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dear Bapak Jokowi
Calon Presiden Pembaru Indonesia

Semoga anda senantiasa dilindungi dan diberkati Tuhan Yang Maha Esa. Amin

Dalam surat pendek ini, ijinkan saya sedikit berkeluh kesah pada anda. Dan sebagai seorang pemimpin, anda diwajibkan dan dikaruniai telinga yang mau mendengar
Mungkin juga keluh dan kesah ini juga dirasakan oleh rakyat Indonesia.

Lama saya memperhatikan tindak-tanduk anda selagi masih menjabat sebagai wali kota di Solo. Saya melihat anda sebagai pemimpin biasa dan standart, yang kebetulan lahir di negara yang sakitnya luar biasa (Indonesia).

Kebiasaan dari beberapa pemimpin luar biasa adalah; menikmati kemewahan, kekuasaan, kekuatan dan kenyamanan di saat masyarakat dalam keadaan yang sebaliknya. Mereka, para pemimpin luar biasa itu duduk nyaman di atas kursi jabatannya. Tidak mau berkeringatan, berpanasan, bermacetan, bahkan tidak mau berpusing ria memikirkan keadaan orang-orang di bawahnya. Mereka selalu menuntut penghormatan, penghargaan, pengamanan dan pelayanan dari bawahannya demi menjaga posisi dan wibawa palsu yang mereka damba

Ya seperti itulah saya melihat mereka.

Tapi tidak dengan anda. Anda biasa saja, tidak seluar biasa dengan mereka. Anda biasa berkeringatan demi pelayanan pada masyarakat, anda tidak peduli imaje, justru anda terlihat konyol dan nyeleneh di luar. Ndeso dan tidak menjaga wibawa anda dengan muka yang menebar pesona kejantanan. Anda selalu sembunyikan kelebihan-kelebihan anda dari kami. Anda berani bertindak, tidak toleransi bagi pelanggaran, tentu itu membuat gemetar orang-orang curang. Anda pandai bersiasat demi keuntungan orang kecil. Anda juga tidak gila penghormatan dari orang lain. Karena saya yakin, anda berpedoman, "kehormatan sebagai pemimpin adalah beban, pelayanan dan tanggung jawab yang dipikulnya". Bukan pada bagaimana orang lain memperlakukan anda, bukan pula berapa banyak orang yang menghormati anda. Bukan juga seberapa besar nama anda dikenal. Ah.. Kalau saya boleh berprasangka, anda tidak pernah peduli nilai ataupun pandangan miring orang lain pada tampilan luar anda. Anda hanya peduli, "Apa yang dapat anda berikan pada kami, rakyat kecintaanmu. Egois sekali. Hehe..

Bapak. Jika bapak menjadi yang "Terpilih" untuk melayani Indonesia lewat kursi Presiden. Kalau boleh memberi saran, saya ingin anda tetap bersikap seperti biasa. Jangan yang luar biasa seperti mereka.

Terpilihnya anda sebagai Pemimpin, mungkin akan membuat gemetar orang-orang curang yang hidup "nyaman" dan "kuat". Mereka takut kenyamanan, kekuasaan dan kekuatannya hilang seketika. Padahal mereka merintis itu semua sedari lama. Topeng-topeng dan kejahatannya terbongkar. Mereka pasti galau memikirkan nasib dirinya yang di ujung tandung. Wajahnya pucat setiap mendengar nama anda sedang bertindak tegas menghukum para pencuri, koruptor ataupun komprador penghisap rakyat. Mereka seperti sedang menunggu giliran untuk disusahkan seketika oleh anda. Saya yakin anda berani bertindak untuk melemahkan dan menyusahkan orang-orang "kuat" seperti mereka.

Tapi terpilihnya anda sebagai orang nomor satu di Indonesia merupakan kerinduan dan angin segar bagi orang-orang kecil, lemah dan susah. Karena saya yakin, kedatangan anda juga untuk menguatkan yang lemah dan menyamankan orang-orang yang susah. Anda memperjuangkan apa yang seharusnya menjadi hak-hak mereka atau kami sebagai warga negara yang mendambakan hidup damai dalam kesejahteraan.

Bapak. .
Bapak tahu, sebagian dari rakyat Indonesia tidak dapat melihat anda sebagai sosok baru yang membawa kasih dan semangat persaudaraan? Mereka pikir anda boneka. Anda tokoh palsu yang didesain sedemikian rupa dengan kesibukan mencitra kesahajaan dan kerendahan hati. Mereka sibuk mencurigai sekaligus menipu hati nuraninya sendiri dengan berbagai analisa-analisa buntu pikiran pandai mereka sendiri. Mereka seperti buta padahal melihat, mereka seperti tuli padahal mendengar. Tapi yang lebih memprihatinkan, mereka tidak merasakan "kegilaan cinta" anda dengan hati nuraninya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline