Oleh: Sholehuddin*
Salah satu program prioritas Kementerian Agama di tahun 2021 adalah Peta Jalan Kemandirian Pesantren (PJKP). Menurut Menteri Agama Gus Yaqut Cholil Qoumas sebagaimana disebut pada laman resmi Kemenag, ada tiga alasan dilaunchingnya PJKP. Pertama, pesantren telah teruji sebagai pusat pendidikan yang tak telan oleh jaman dan memiliki sumber daya unggul.
Kedua, pesantren memiliki sumber daya ekonomi kuat dan berkelanjutan, dan Ketiga, Pesantren memiliki jejaring antar pesantren dan alumni yang tersebar luas. Di era disrupsi, ada beberapa ekosistem yang bisa dikembangkan, yakni ekosistem digital, ekosistem UMKM, dam ekosistem halal.
Ekosistem digital sudah dikembangkan melalui Santri Digital Preneurship, termasuk Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU Sidoarjo) ambil dengan Webinar dan pameran virtual produk pesantren yang akan digelar pada 2-3 Oktober 2021 jelang Hari Santri 2021.
Ekosistem UMKM ini juga menjadi bagian tak kalah penting. Sebab ini yang paling memungkinkan diterapkan di pesantren. Program One Pesantren One Product (OPOP) yang digagas pemerintah provinsi Jawa Timur beberapa waktu lalu tidak jauh dari pengembangan ekosistem UMKM berbasis santri, pesantren, dan masyarakat.
Begitu pula dengan ekosistem halal. Majelis Ulama Indonesia secara masif mensosialisasikan mekanisme sertifikasi halal pasca perubahan regulasi ke Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Tentu hal ini terus disinergikan bersama antar berbagai pihak yang berwenang dengan pesantren.
Bagaimana dengan kesiapan pesantren sendiri?. Kementerian Agama telah menyiapkan Sumberdaya manusianya melalui pelatihan-pelatihan. Kemarin misalnya, (Selasa, 28/9) adalah hari bersejarah dalam Kediklatan Tenaga Teknis Keagamaan, khususnya bagi saya selaku widyaiswara. Pasalnya telah berkumpul para pengasuh, ustadz, pengurus pondok pesantren se-Indonesia dalam bingkai kediklatan bernama Pelatihan Kemandirian Pesantren Angkatan II yang berlangsung di Hotel Horizon Kota Pasuruan. Mereka mendapatkan materi tentang enterpreneurship berbasis pesantren.
Penyelenggaranya Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan bekerjasama dengan Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren. Narasumber para ahli di bidangnya. Saya sendiri dapat berkah bisa menjadi bagian dari kegiatan ini meskipun materi Building Learning Commitment (BLC).
Bagi saya, materi apapun itu hanya jembatan menuju sebuah jejaring, persahabatan, dan pertemanan. Dan juga tidak kalah penting saya bisa sharing tentang pengembangan pesantren dan saling memotivasi.
Bicara kemandirian pesantren, tentu bukan hal baru. Sebab, dalam sejarah sosial pesantren, lembaga pendidikan 24 jam non stop ini didirikan oleh kiai tanpa bantuan dari pihak manapun, karena kiai saat itu sosok tidak saja kuat secara keilmuan (faqih), tapi juga kuat dalam hal ekonomi.