Sebagai kaum urban di Jakarta, setiap hari kita dipaksa berpikir trik menghindari kemacetan yang sangat uhlala...menggila. Saat pagi hari setelah bangun tidur bahkan saat malam harinya, kita sudah mikirin akan berangkat ke kantor naik apa? lewat mana? saya pun begitu. Setiap hari selalu perlu ber-strategi untuk sampai di tempat kerja dengan selamat sentosa.
Tempat kerja saya di Tebet Jakarta Selatan, sedangkan rumah tinggal di Pasar Minggu. Ada beberapa alternatif kendaraan yang bisa diakses oleh warga, seperti metro mini, kereta commuter line, atau transportasi online.
Pancoran Memang Biangnya Macet
Di awal-awal kerja tahun 2014, satu sore saya nebeng dengan teman yang searah menuju Pancoran. Saya mencoba naik metro mini, niatnya memang mau sedikit ngirit. Karena kalau naik metro mini tidak perlu menyambung dengan angkot lagi, seperti jika saya menggunakan commuter line. Masha Alloh luar biasa macetnya dari Pancoran menuju Pasar Minggu. Di dalam metro mini yang panas dan pengap itu, waktu terasa berjalan begitu lambat. keringat bercucuran, hati teramat kesal menghadapi macet yang menguras emosi. Bunyi klakson, deru motor dan mobil ditambah asap kendaraan metro mini yang ngebul semakin bikin nyesek. Suara pengamen silih berganti dengan beberapa lagu. Waktu tiba di rumah jadi molor, perjalanan yang normalnya bisa dilalui dengan hanya 30-40 menit dengan commuter line, jadi bertambah 3x lipat. Perjalanan Pancoran- Pasar Minggu menjadi 2 jam lebih. Menyesal tidak pulang dengan commuter line.Niatnya mau ngirit, malah gigit jari! Niatnya biar rada lega dan leluasa tidak perlu berdesakan di commuter line, biar bisa duduk manis di metro mini, malah nelongso. hehehe...
Kapok deh semenjak itu BIG NO! untuk naik lagi metro mini. Mending pilih commuter linemeskipun berasa banget broandsist, badan remuk redam kegencet-gencet dengan sesama penumpang lain yang penting cepat sampai.
Nebeng Dong!
Dalam keseharian kita tentu saja selalu membutuhkan bantuan orang lain dalam hidup kita. Ya, tentu saja seperti saya juga suka nebeng ketika rasanya capek dan gak mood naik kereta yang sesaknya luar biasa saat jam berangkat dan pulang kerja. Dengan nebeng kita bisa berinteraksi dengan teman kita dan pertemanan jadi lebih dekat. Tapi, nebeng teman itu tidak selalu bisa dilakukan setiap hari. Kadangkala saat menanyai teman itu dan mengutarakan untuk nebeng naik kendaraannya (biasanya motor sih), si teman ada keperluan lain kemana-dulu. Jadi ada momen-momen dimana nebeng dengan teman juga ada rasa "enggak enak" kalau keseringan. Itu menurut saya sih.
Beda lagi dengan konsep ride haring UBERatau carpooling UBERdimana "Nebeng" dengan menggunakan aplikasi smartphone. Range harga sudah pasti dan tertera di aplikasi. Hal itu membantu pengguna mengatur perjalanannya. Menurut saya ide berbagi kendaraan itu sangat solutif untuk mengurangi kemacetan di Jakarta.
Sebagai Ibu kota dengan banyaknya kantor, pabrik, perusahaan multi nasional dan internasional, Jakarta menyimpan fakta yang tak bisa dielakkan; Macet!hampir setiap hari, bahkan akhir pekan pun tetap dilanda macet di beberapa pusat. Berkali-kali saya sering kejebak macet di jalanan ibu kota. Seringnya jika sehabis hujan deras, jalanan Jakarta macet-cet.
Pemerintah memang sudah berusaha juga mengurangi kemacetan dengan menyediakan angkutan massal seperti busway dan commuter line.Tetapi rasanya tetap belum memadai ketersediaanya. Jumlah pengguna semakin banyak akan tetapi armadanya masih belum sesuai. Sebagai pengguna rutin commuter line, saya kerap dilanda stress dan kelelahan jika setiap hari berjibaku dengan kepadatan dan kerumunan penumpang. Stress! tetapi lama-lama jadi 'terbiasa' juga. Mungkin tingkat stres saya dan warga Jakarta lainnya sudah resisten alias kebal. *>*
Meningkatkan Index of Happiness Warga Jakarta Dengan Konsep Ride Sharing
Ente-Ente yang idup di Jakarte pegimane rasanye?
tiap hari menghadapi jalanan macet.
*Bang Pitung bertanya*