Lihat ke Halaman Asli

Yuli Puspita Sari

Suka jalan-jalan, Suka nulis kalau lagi rajin.

Kini Desa Kami Tak Lagi "Byarpet"

Diperbarui: 2 Oktober 2017   17:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

www.backpackerlampung.com

Sekilas Tentang Lampung

Provinsi Lampung  ber Ibukota di Bandar Lampung memiliki beberapa Kabupaten dan Kotamadya. Diantaranya Kabupaten Lampung Selatan, Lampung Timur, Lampung Tengah, Lampung Utara, Lampung Barat, Tanggamus, dan Kotamadya Metro.

Saya bertempat tinggal di desa kecil yang sunyi bernama desa Banjar Kertahayu, Lampung Tengah. Sebuah desa transmigran yang warganya sebagian besar dari Jawa Barat. Di Lampung memang lazim ditemukan sebuah wilayah desa atau kampung yang dari nama tempatnya sudah bisa di tebak berasal dari mana. Misalnya desa saya yang terkenal dengan sebutan Proyek Bandung. Hal itu karena para warga mayoritas urang sunda yang diidentikan dengan Bandung.

Ada juga desa tetangga yang bernama Bali Agung, mereka semua transmigran bedol desa dari Bali, korban letusan Gunung Agung puluhan tahun lalu. Selain transmigran dari Jawa Barat dan Bali, ada suku lain yang mendominasi populasi penduduk Lampung. Suku Jawa! Iya, benar. Suku Jawa hampir ada di semua penjuru Lampung. Banyak daerah di Lampung yang dinamai "Jawa" bangetseperti Wates, Merapi, Candi Mas, Sido Mulyo, dan Poncowati. Tak heran, karena asal usul warganya dari program transmigrasi bedol desa di Jawa Tengah maupun Jawa Timur.

Dengan luas wilayah 35.376 km2 Provinsi Lampung yang dekat dengan Jakarta dan Palembang, menjadi kota transit untuk menuju ke Pulau Jawa dan Sumatera. Untuk itu sarana dan prasarana dalam pembangunan dan ekonomi haruslah menopang kelancaran para pendatang di Lampung. Salah satunya mengenai ketersediaan listrik. Kini kebutuhan listrik sangat vital bagi seluruh manusia. Semua orang sudah sangat bergantung pada listrik. Namun, Ketersediaan pasokan listrik di Lampung belum begitu memadai. Byarpet atau orang Lampung sering menyebutnya tilam (mati lampu) sudah jadi makanan sehari-hari di Lampung, terutama bagi wilayah pedesaannya.

Defisit Listrik di Lampung

Pemadaman listrik sebetulnya pun terjadi di wilayah provinsi Indonesia lainnya. Tetapi, di Lampung berdasarkan pengalaman pribadi penulis yang lahir dan besar disana, frekuensinya sangat sering. Ada kalanya mati satu menit kemudian menyala lagi. Di lain waktu kadang berjam-jam lamanya. Mati kutu rasanya kalau listrik mati nih.

Di desa saya pun seperti itu. Byarpet  sudah macam aturan minum obat saja di desa Banjar Kertahayu, Lampung Tengah. Rasanya jengkel tidak karuan, sedang asyik-asyik menonton televisi tiba-tiba mati listrik. Gara-gara sering mati listrik ini Emak saya ngomel karena barang elektronik jadi cepat rusak katanya. Ya, nasib warga desa selalu di nomor duakan. Peristiwa ini benar-benar saya alami sendiri bertahun-tahun hidup di desa tersebut. Pasokan listrik di wilayah Lampung saat itu masih kurang,makanya pemadaman bergilir langganan kami dapatkan.

Kalau ditanyakan kenapa sering mati listrik ke pihak PLN jawabannya macam-macam, rata-rata sering ada kerusakan gardu listrik atau dalam maintenance.Yasudah warga desa harap selalu bersabar. Menurut saya karena listrik di wilayah Lampung di pasok dari PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air) seperti PLTA Semangka di Lampung Selatan dan PLTA Batutegi di Tanggamus, menyebabkan cadangan pasokan listrik yang tidak menentu dikarenakan debit air yang fluktuatif. Terutama jika musim kemarau di Lampung yang sering dilanda kekeringan akibat banyaknya lahan yang dialihfungsikan menjadi perkebunan kelapa sawit.

Desaku Sekarang Terang Benderang

Namun, setelah lama merantau ke luar pulau Sumatera, saat mudik lebaran 2017 lalu, saya menemukan perubahan besar di desa saya yang dulunya sering byar pet(maklum sudah 2 tahunan tidak mudik ke kampung). Sekarang pemadaman itu jarang terjadi. Pernah ada sekali waktu, itu pun hanya sebentar saja. Di kala malam rumah-rumah warga desa yang sederhana diterangi lampu listrik yang di pasang warga di depan rumah mereka. Seperti lampu jalanan di kota-kota yang menerangi para pengguna jalan. Malam hari menjadi ramai dengan lalu lalang kendaraan bermotor. Desa kecil ini terasa lebih "hidup". Emak saya pun merasa senang, dia bisa mengaji dengan tenang tanpa khawatir listrik tiba-tiba mati. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline