Lihat ke Halaman Asli

Yuli Kristiyanto

sedang belajar menjadi pintar

Habis Manis Sepah Dibuang

Diperbarui: 17 Maret 2019   15:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar: https://ilmubudidaya.com/


Jika sudah mengambil apa yang dibutuhkan pastinya suatu saat dibuang dan akan menjadi residu atau limbah. Sama halnya dengan tebu, tanaman tebu yang paling dibutuhkan adalah airnya selebihnya menjadi produk sampingan atau limbah, salah satunya adalah ampas tebu.

Ampas tebu bisa digunakan produk pendamping karena ampas tebu digunakan langsung sebagai bahan bakar ketel untuk memproduksi energi. Tetapi tidak semua ampas dijadikan bahan bakar ketel, sekitar 0,3 ton/tahun ampas tebu menjadi limbah di lahan pabrik, sehingga menimbulkan polusi udara, bau yang tidak sedap dan tentu polusi pandangan di sekitar kawasan pabrik. 

Ampas tebu mengandung air, gula, serat dan padatana terlarut dalam jumlah kecil. Serat sebagian besar terdiri dar lignin, selulosa, pentosa dan juga bahan organik sekitar 90% . Kandungan N 0,3 %, P 0,02 %, K, 0,14 %, Ca 0,06 % dan juga 0,04 % Mg. Agar bisa digunakan sebagai pupuk, ampas tebu atau bahan organik ini harus menjadi kompos terlebih dahulu.

Prinsip pengomposan adalah menurunkan C/N rasio bahan organik menjadi sama dengan C/N rasio tanah (hasil perbandingan Karbohidrat dan Nitrogen). Bahan organik  yang memiliki C/N rasio yang sama dengan tanah memungkinkan bahan tersebut bisa diserap oleh tanaman.

Selanjutnya merupakan cara mengaplikasian pupuk kompos ini ke tanaman budidaya, pupuk organik sangat bagus untuk semua jenis tanaman bididaya, baik itu tanaman pangan atau tanaman hias, karena pupuk organik memiliki sifat yang berbeda dengan pupuk anorganik atau pupuk kimia, pupuk organik dapat memperbaiki keadaan struktur tanah, sumber unsur hara bagi tanaman, tidak mencemari lingkungan dan yang paling penting tanaman yang dihasilkan juga lebih aman kualitasnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline