Lihat ke Halaman Asli

Yuli D A

Hanya Aku

Janji

Diperbarui: 21 September 2022   18:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Cerita ini hanya fiksi belaka, jika ada kesamaan tokoh maupun tempat, tidak ada unsur kesengajaan. Cerita ini hanya dibuat sebagai hiburan semata, dimohon bijak dalam menyikapinya.

“Bram. ada apa dengan kamu, ayo bangun!” Zilong mengguncang-guncang tubuh Bram yang tergeletak penuh luka.

“Lee, cepat kemari. Bram sudah ketemu!” teriak Zilong.

Mendengar panggilan Zilong, Lee segera mengajak rombongan lainnya mendekat ke lokasi dimana Zilong berjongkok. Mereka berenam mengelilingi tubuh Bram yang tergeletak di tanah berbatu. Tampak jelas kengerian di mata mereka, saat melihat sosok yang berada di samping Bram, dengan posisi tangan mencengkeram jemari kiri Bram. Sosok tubuh wanita yang telah menjadi kerangka berbalut gaun usang, yang tidak utuh lagi. Di jari manis mereka,melingkar sepasang cincin yang sama.

Desti, tunangan Bram bersimpuh lemas menyadari kekasihnya sudah tak bernyawa lagi. Butiran kristal meluncur dari kedua matanya, tak percaya tapi kenyataan berkata lain. Lelaki yang beberapa bulan lagi akan menikahinya, terbujur kaku dengan tubuh penuh luka cabikan. Cika dan Iris berusaha menguatkan sahabat karibnya dengan memeluk dan menepuk punggungnya. 

“Matipun, masih saja menjadi pengganggu.” Desis Desti dengan sorot mata tajam kearah kerangka mayat yang ada disamping Bram.

Zilong berdiri mendekati Lee dan berbisik lirih “Apa maksud Desti?” Lee menggeleng.

Delapan jam sebelumnya…

Malam itu Bram berjalan sendiri melewati jalan setapak berbatu yang membelah hutan Zoba, Dia yakin rombongan pasti melewatinya, karena hanya jalan itu jalan pintas menuju puncak Zoba. Seandainya dia tidak ketiduran saat istirahat tadi, mungkin dia tidak akan tertinggal. Beberapa kali umpatan terlontar dari bibir tipisnya ketika tersandung bebatuan yang menghalangi jalannya. 

Pohon-pohon yang tegak dan kokoh bak monster yang mengawasi setiap gerak-geriknya. Dahan-dahan yang bergoyang diterpa angin malam, seperti tangan-tangan iblis yang berusaha menggapai tubuh gempal yang berbalut jaket army tebal. Suara binatang hutan bersahut-sahutan menambah detak jantungnya melaju semakin  kencang. 

Awan hitam mulai datang menghalangi cahaya rembulan yang sedari tadi menerangi jalannya, yang tersisa hanya sorot lampu senter menemaninya melewati jalanan yang semakin mendaki dan menyempit. Tetesan darah segar keluar dari punggung tangannya yang tergores semak berduri sepanjang jalan. Rasa perih tidak dihiraukan, yang dia pikirkan hanya ingin segera menemukan rombongan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline