Kening saya berkerut saat membaca headline besar dari sebuah berita online di Instagram. "Sah, Sri Mulyani beri pulsa gratis hingga Rp. 400 rb per bulan untuk PNS", kebijakan tersebut tertuang dalam KMK No. 394 tahun 2020 tentang biaya paket data dan komunikasi yang ditetapkan tanggal 31 Agustus 2020 kemarin.
Dan seperti jamaknya berita di instagram, lebih menarik membaca komentar-komentar netizen daripada membaca berita yang kadang membosankan itu. Tidak diragukan lagi, komentar pedas para netizen bersahutan bak lambe nyinyirnya bu Tejo dalam tilik yang mengkritisi kebijakan tersebut. Dalam hati saya sendiri yang PNS, kali ini setuju dan mengiyakan para netizen yang kadang "maha benar" komentarnya.
Tidak ada perasaan bungah berlebihan menanggapi kebijakan menteri keuangan kali ini, tentu saja bukan karena saya pegawai negeri yang sudah sangat kaya sehingga sombong tidak suka dengan tunjangan yang termasuk rejeki itu, Bukan.
Maaf bila apa yang akan saya tulis tidak mewakili kelompok manapun, saya menulis opini atas nama pribadi dan mengungkapkan apa yang saya alami.
Dan benar saja, saat flyer berita tadi saya pasang di status whatsapp, banyak teman GTT yang berkomentar dan mengeluhkan nasibnya. Bahkan banyak yang mengharapkan saya bisa mengusulkan kebijakan yang sama untuk mereka. Maka sekali lagi saya hanya bisa diam dan menghela nafas dalam, saya tidak bisa berbuat apa-apa, yang saya bisa hanya menulis seperti ini dan entah ada yang membacanya atau tidak.
Saya hanya PNS golongan III yang gajinya standard saja, gaya hidup saya juga standar dengan banyak cicilan di sana-sini khas PNS pada umumnya.
Pekerjaan saya tiap hari online dengan siswa, upload video pembelajaran online, belajar dengan kelas-kelas virtual, belum lagi melayani konsultasi siswa 24 jam. Guru selama masa pandemi ini malah tidak terbatas jam mengajarnya lho. Tentu saja saya merasa berhak mendapatkan tunjangan tersebut dari pemerintah dan bila melihat dari kriterianya saya termasuk dalam kriteria mendapat tunjangan Rp. 150 rb, lebih dari lumayan sebenarnya.
Padahal bila hitung-hitungan, dari tunjangan pulsa tersebut saya bisa "bathi" sekitar Rp. 75 rb, karena kebutuhan pulsa saya per bulan hanya sekitar 15 Gb saja.
Bila saya yang hanya golongan III merasa tidak memerlukan tunjangan tersebut, saya yakin PNS eselon I dan II yang lebih besar gajinya dari saya juga tidak merasa terbebani dengan pengeluaran pulsa selama WFH (Work From Home), toh anggap saja biasanya sebelum pandemi juga mengeluarkan uang tiap hari untuk bensin transportasi ke kantor.
Tetapi di saat yang sama, di sekililing saya ada banyak teman-teman GTT yang mempunyai kewajiban mengajar sama seperti saya, bahkan jumlah jam mereka ada yang lebih banyak dari saya, berarti jam online mereka lebih lama dari saya, yang berarti lagi kebutuhan pulsanya lebih besar lagi dari saya.
Apakah mereka mendapat tunjangan pulsa dari pemerintah. Guru GTT tidak termasuk dalam program pra kerja, tidak juga termasuk dalam program subsidi gaji Rp. 600 rb per bulan itu, tapi mereka tidak mendapatkan tunjangan apa-apa dari pemerintah. Jangan sampai singkatan GTT di masa pandemi ini diplesetkan menjadi "Guru Tanpa Tunjangan". Miris sekali.
Masa pandemi membuat guru mengajar dari rumah, _bukan keinginan kami sebenarnya_, tetapi membuat guru-guru non PNS tersebut_yang gajinya tidak seberapa itu_, yang mereka tidak memiliki tunjangan keluarga, tunjangan kesehatan, tunjangan ini-itu, tetapi malah harus merelakan uang transportnya dipotong karena tidak ke sekolah.
Apakah otomatis uang transport tersebut berubah menjadi uang pulsa?, tidak sesederhana itu sebuah peraturan Marimar.
Uang transport dipotong, berarti gaji yang mereka terima ikut berkurang, malah ada biaya tambahan pulsa dari kantong pribadi.
Sementara kami teman PNS nya tidak ada pemotongan gaji apapun, malah ditambahi tunjangan pulsa oleh mbak Sri, bukannya saya termasuk makhluk yang kurang bersyukur atas tambahan rizki tersebut, saya tidak kuasa membayangkan perasaan teman-teman non PNS saya.
Jelas dari sisi keadilan, menurut saya pribadi, ini tidak adil.
Semua dalam masa sulit, termasuk teman-teman GTT juga dalam masa sulit, setidaknya rasa empati dan tidak bersukacita atas tunjangan yang kurang tepat sasaran adalah sebagian dari rasa empati dan rasa kebersamaan dalam masa sulit ini.
Jangan sampai disparitas antara PNS dan Non PNS makin lebar karena kebijakan yang kurang membumi.
Sepertinya pemerintah dengan berbagai strateginya ingin menjaga ekonomi agar tidak terjadi resesi. Berbagai program bantuan digelontorkan secara cuma-cuma pada masyarakat, sebut saja program pra kerja, program subsidi gaji di bawah 5 jt dan lain sebagainya.
Termasuk kebijakan memberikan uang pulsa kepada PNS adalah program kebijakan yang baik dan bertujuan baik, tapi maaf mbak Sri, kali ini program sampean kurang tepat sasaran. Eman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H