Hari ini (Minggu, 25/7) bertempat di lantai 6 gedung JIEX Kemayoran, Jakarta Pusat, para Kompasioners yang berjumlah lebih dari dua ratus orang melakukan "Citizens Jurnalism" dengan proses "learning by doing" atau belajar sambil langsung mempraktekkannya. Kang Pepih Nugroho wartawan Kompas yang tampil sebagai pembicara ketiga secara ringkas, padat dan komprehensif memberi arahan dan motivasi bentuk pelaporan representatif dan membumi sebagai sebuah profesi di tengah bentuk, cara penulisan ala citizen journalism, yang kadang secara latah dimaknakan sebagai semau gue. Blog Kompasiana tampil berbeda dengan bentuk citizen journlism lainnya, karena tetap mengemukakan reportase normatif.
"Huruf kapital untuk awal baris, nama orang dan lain-lain tetap saya pertahankan dalam laporan saya di Kompasiana", tutur Kang Pepih, sapaan akrabnya di tengah Kompasioners, menjawab pertanyaan peserta perihal bebasnya penggunaan tanda-tanda baca dalam sebagian tulisan Kompasianers. "Kita menggunakan yang diterima umum (maksudnya, ejaan yang disempurnakan). Ada yang sengaja menulis dengan huruf kecil semua, tetapi ada juga yang perlu perbaikan. Karena itu dimohon pengertian Kompasianers untuk hal-hal standar itu", demikian imbuh Kang Pepih yang terjun di dunia citizen journlism sejak tahun 2006, meski sudah 20 tahun menjadi wartawan Kompas, untuk memantapkan penulisan yang baik lewat citizen journalism dalam Kompasiana.
Konteks Pelatihan dan Pengayaan
Admin Kompasiana Iskandar Zet memberi konteks citizen journlism memberi konteks sejarah perkembngan citizen journalism yang telah menjadi bagian dari revolusi penggunaan media. Citizen journalism yang dikenal juga dengan pelbagai nama, antara lain democratic journlism, participatory, dan lain-lain, semuanya mengarah pada partisipasi yang lebih besar dari setiap warga negara terhadp dunia sekitarnya. Pelbagai laporan "amatir" telah berkontribusi dalam kejadian besar, dan Tsunami Aceh dengan laporan amatir seorang puteri Aceh yang jadi salah satu sumber informasi utama Tsunami bagi dunia adalah salah satu contoh.
Di tempat yang sama praktisi perbankan Syariah Janu Dewandaru tampil memberi konteks kegiatan Islamic Banking, Perbankan Syariah yang telah maju dan menampilkan diri denganBank Syariah dengn Modern Business Entity dengan spirit Islamiyah. Sebagai entity business Bank Syariah menjadi rahamatan lil alamin bagi semua orang. Meski kadang Bank Syariah diidentikkan dengan entitas relijius, sebenarnya Bank Syarih melayani semua lapisan masyarakat dengan semangat syariah yang sebenarnya juga menjadi bagian dari local wisdom dalam suku-suku Indonesia. Bisnis Susi Susanti yang mantan pebulu tangkis nasional juga menggunakan layanan Bank Syariah.Selama hampir dua puluh tahun hidup di Indonesia, Bank Syariah baru memiliki 4,5 juta nasabah. Sesuatu yang sangat ironis, karena Indonesia adalah negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia.
Bank Syariah menegaskan modernitas pelayanannya dengan ikut menjadi sponsor utama Indonesia Internasionl Motor Show 2010 (IIMS) di JIEx Kemayoran, Jakarta. Dewandaru mengharapkan lebih banyak orang makin mengubah pandangan yang keliru terhadap Bank Syariah dan ikut mensosialisasikan Bank Syariah kepada masyarakat Indonesia dan mengapresiasinya dengan menjadi nasabah.
Kegiatan berlangsung sejak pukul 09.00 hingga tulisan ini diturunkan masih berlangsung. Tulisan ini dibuat sebagai bahan belajar sambil melakukan laporan, karena saya tidak begitu paham dan tidak cukup berminat otomotif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H