Lihat ke Halaman Asli

Yulia Rahmawati

Mahasiswa FISIP Universitas Airlangga Surabaya

Mengulas Kisah Kasih SMA di Novel Dear Nathan

Diperbarui: 11 Agustus 2023   21:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber : Perpustakaan Nasional RI

Novel memang sudah tidak asing lagi ditelinga masyarakat khususnya remaja. Keren dan menarik kata yang dapat menggambarkan jenis novel fiksi yang berjudul Dear Nathan ini. Novel karya pertama Erisca Febriani ini menjadi salah satu novel terlaris yang terjual hingga 30 ribu eksemplar. Erisca mengawali tulisan ini di platform Wattpad yang telah dibaca sebanyak 14 juta kali yang kemudian diterbitkan menjadi sebuah novel pada tahun 2016. Nathan dan Salma adalah dua tokoh utama dalam novel tersebut. Nathan dan Salma berhasil menjadi pasangan idola remaja. Dua karakter ini bukanlah semata-mata karakter kekasih yang menye - menye, namun Erisca Febriani mampu membuat dua karakter ini menjadi sosok karakter yang iconic dan kuat. Nathan yang urakan, bandel, suka berantem dan sering bolos sekolah bertemu dengan Salma murid baru dari Bandung yang pintar dan kaku sangat bertolak belakang dengan sifat Nathan. Pertemuan mereka diawali dari keterlambatan Salma mengikuti upacara pertama di sekolah barunya. Salma bertemu dengan Nathan yang membantunya masuk sekolah lewat gerbang samping.

Ada hal yang tidak diketahui banyak orang dibalik sifat nakal Nathan. Ada beban berat yang dipikul Nathan. Banyak permasalahan dan kerumitan hidup diantaranya kehilangan kasih sayang serta ketidakselarasan keluarga. Mulai dari hubungan dengan ayahnya yang buruk, ibunya yang terus saja hanya mengingat saudara kembarnya,  Daniel yang telah tiada sehingga membuat ibu Nathan depresi. Kesedihan Nathan kerapkali merasa bahwasannya dimata ibunya ia hanyalah bayang-bayang Daniel. Hubungan yang tidak harmonis dengan ayahnya inilah yang menjadi faktor utama Nathan menjadi remaja yang keras dan pemberontak. Permasalahan hidupnya dilanjutkan dengan pertemuannya kembali dengan Seli, orang yang dulu amat terkasih yang pergi meninggalkan Nathan ke Amerika yang membuat suasana hati Nathan menjadi bimbang.

Cinta memang datang kapan saja dan tidak direncanakan seperti halnya perasaan Nathan pada Salma. Nathan menyukai Salma dalam waktu yang lumayan singkat. Awalnya Salma tak menanggapi usaha Nathan untuk mendekatinya. Salma sama sekali tidak menyukai sifat Nathan yang urakan. Salma selalu membandingkan Nathan dengan Aldo si ketua OSIS yang super perfect. Namun, Nathan  tidak pantang menyerah dan terus mencoba untuk mendapatkan perhatian Salma. Banyak lika-liku kehidupan dan kisah cinta yang dilalui Nathan dan Salma. Mulai dari kesalahpahaman dan perbedaan pendapat yang membuat hubungan mereka putus nyambung.

Novel karya Erisca Febriani ini menjadi salah satu "Mega Best Seller" dan sudah difilmkan oleh Rapi Film pada tahun 2017 yang diperankan oleh artis kenamaan Ibu Kota, Amanda Rawles dan Jefri Nichol. Dengan adanya film ini pembaca novel lebih mudah untuk memvisualisasikan tokoh Nathan dan Sama. Namun, sayangnya banyak adegan di Novel yang tidak ditanyangkan dalam film, seperti tokoh Deni teman Nathan yang harus putus sekolah yang tidak ditayangkan di film. Padahal tokoh Deni bisa dikatakan cukup membantu dalam perjalanan hidup abu-abu Nathan. Selain itu  banyak juga adegan lucu Nathan dan Salma yang tidak dijumpai di film. Jadi, dengan membaca novel ini pembaca akan mendapat banyak kejutan yang tidak bisa ditemukan di film. Tidak hanya berhenti disini Erisca mengejutkan penikmat bukunya dengan mengeluarkan sekuel Dear Nathan yaitu Helo Salma. Buku ini juga tak kalah laris dan diminati dan yang mengejutkan lagi novel sekuel ini kembali difilmkan dan mendapat apresiasi dan sambutan yang luar biasa.

Novel ini berlatar sekolah menengah atas yang dinamai SMA Garuda. Penggambaran latar oleh penulis cukup detail sehingga membuat pembaca sangat mudah untuk mengimajinasikan dalam pikirannya. Apalagi jika pembaca novel ini sudah lulus sekolah tentu membuat mereka  kembali mengingat keseruan dan manisnya masa putih abu-abu. Erisca benar-benar mampu menggambarkan suasana sekolah SMA dengan baik. Kemahiran Erisca dalam  membangun latar cerita ini dengan apik membuat pembaca seakan- akan masuk pada alur cerita ini seperti layaknya tokoh dalam novel. Alur yang dibuat pun tidak berbelit- belit serta Erisca  mahir menggambarkan tokoh yang yang ada pada novel ini secara gamblang dan rinci. Ada hal lain yang membuat penulis tertarik pada novel ini yaitu watak tokoh Nathan. Meski Nathan anak urakan, namun dia adalah sosok laki- laki yang manis. Nathan sama sekali tidak bisa kasar pada perempuan. Kebanyakan alasan mengapa ia bertengkar adalah untuk melindungi orang yang dia sayang atau dirinya sendiri.

Buku ini hampir tidak memiliki kekurangan, semua serba lebih. Mulai dari desain cover yang simpel tapi terkesan menarik disimbolkan dengan pena berbentuk bulu ayam. Simbol tersebut mewakili tokoh Salma yang senang menulis cerita kehidupannya di buku dairy miliknya. Pemilihan huruf juga lumayan membuat pembaca betah berlama-lama menemani kisah Nathan dan Salma hingga akhir. Meski buku ini cukup tebal namun tidak akan terasa karena Erisca mampu membuat pembaca terus-terusan diam membaca bukunya. Cerita ini menarik, Erisca mengemasnya dalam paket komplit yang ciamik. Bahasanya mudah dipahami, bahasa khas anak remaja namun tidak terkesan lebay. Dibumbui dengan komedi dan kekonyolan khas anak SMA serta keusilan teman-teman Nathan dan Salma yang menjadikan Novel ini lebih berwarna. Meskipun buku ini terbit pada tahun 2016 eksistensi karakter tokoh Nathan dan Salma masih terlukis jelas diingatan penggemarnya sampai saat ini, layaknya karakter pasangan Rangga dan Cinta yang iconic.  

Kekurangan buku terletak pada jumlah halaman yang cukup tebal yakni sekitar 528 halaman. Ketebalan novel ini mungkin saja membuat beberapa orang kurang menyukainya karena beberapa orang menganggap buku tebal terkesan membosankan. Selain itu bahasa yang digunakan dua tokoh utama tidak merepresentasikan bahwa mereka adalah sepasang kekasih remaja. Nathan menggunakan kata “saya” dan “kamu” untuk berkomunikasi kepada Salma sehingga terkesan kaku dan cenderung formal. Namun, mungkin saja pandangan penulis dengan pembaca lainnya dapat berbeda. Sebagian orang menganggap panggilan “saya” untuk orang yang terkasih lebih romantis dibandingkan dengan “aku”

Cerita dalam buku ini tidak hanya menggambarkan kisah klise remaja SMA yang tengah mencari jati dirinya. Buku ini mengajarkan arti  kesetiaan, persahabatan, keluarga, serta pengorbanan. Kita dapat belajar dari kisah Nathan yang pantang menyerah dan mau berubah menjadi pribadi yang lebih baik. Namun, disisi lain kita juga diajarkan bahwa jika diri kita ingin berubah ke arah yang lebih baik jangan jadikan orang lain sebagai alasan. Hal itu juga terjadi pada Nathan yang sedikit demi sedikit berubah karena Salma, namun ketika mereka memiliki masalah justru kekecewaan yang Nathan dapatkan. Kekecewaan itulah yang sempat membuat Nathan kembali menjadi Nathan yang keras dan pemberontak. Cerita ini juga mengajarkan bahwa berdamai dengan masa lalu bukanlah sesuatu yang  buruk. Berdamai dengan keadaan terkadang membuat diri kita lebih tenang dan bersyukur. Layaknya Nathan yang mau berdamai dengan ayahnya karena bagaimanapun juga laki-laki yang Nathan anggap sebagai pecundang itu adalah ayah kandungnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline