Lihat ke Halaman Asli

Secuil Pengalaman Saat Harus Bepergian dengan Pesawat atau Kereta Api di Masa Pandemi

Diperbarui: 18 September 2020   05:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Travel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

Dua buah tiket pesawat  sudah kami dapatkan,  beberapa hal tambahan tercantum yang diwajibkan.  

Pertama adalah melakukan Rapid tes atau swab tes.  Dengan hasil non reaktif atau negatif.  Rapid tes bisa dilakukan di rumah sakit yang  biasanya  secara drive thru.  Lewat puskesmas yang memang menerima rapid tes atau laboratorium.  Kami memilih sebuah laboratorium,  pertimbangannya adalah tidak antri atau banyak orang disana dan dekat dengan tempat tinggal kami. 

Hasil Rapid Tes non reaktif didapatkan.  Kami harus mengunduh aplikasi yang namanya e Hac,  yakni  Indonesia Health Alert Card. Beberapa hari mencoba mengunduh aplikasi tersebut,  rupanya ada masalah pada  telepon genggam kami. Sampai hari H kami belum berhasil mengunduh aplikasi tersebut. 

Pada hari H, kami berdua berangkat ke bandara baru YIA di Kulon Progo.  Meminta informasi tentang e Hac yang katanya bisa secara manual,  ternyata tetap harus lewat  online.  Dengan dibantu petugas bagian pengecekan tiket,  akhirnya berhasil dan langsung mengisi data di dalamnya, antara lain asal penumpang darimana, tujuannya mau kemana secara detail,  kondisi kesehatan saat itu dan nomer identitas diri,  sebagai persaratan keluar dari bandara Soetta,  dengan memperlihatkan  screenshotnya.

Apa yang berbeda di di dalam pesawat adalah tentunya pengaturan tempat duduk,  tidak ada pemberian snack,  pengaturan saat keluar dari pesawat juga berbeda. Saat sebelum pandemi,  bebas saja berdesakan di lorong,  namun pengaturab baru yang ada adalah,  penumpang keluar per tiga baris kursi dan penumpang yang lain diminta untuk duduk dulu serta tidak mengambil bagasi kabin, sebelum gilirannya. 

Begitu sampai di bandara Soetta, hasil screenshot eHac akan dicek. Barulah bisa keluar dari bandara. 

Ketika sampai di  tempat tujuan yakni penginapan,  koper dan barang yang dibawa disemprot dengan desinfektan. Semua kamar sudah diberi segel telah didesinfektan. Untuk makanan,  meski tempat penginapan dekat mal yang belum semuanya buka,  kami memilih makan di dalam kamar. 

Rencana 3 hari mundur satu hari, tiket pulang pergi yang sudah dijadwalkan, untul pulangnya ada pembatalan penerbangan.  Akhirnya mendapatkan jadwal penerbangan satu hari mundur dari rencana.  Terpaksa kami menginap satu hari lagi.  Esok harinya ada email masuk,  memberitahukan tentang pembatalan penerbangan lagi.  

Dalam ketidakpastian dan kekawatitan nantinya ada pembatalan lagi,  akhirnya kami memutuskan untuk pergi ke stasiun Gambir  naik kereta yang masih ada satu-satunya.  Tiga jam sebelum jam keberangkatan, kami membeli tiket kereta Bima.  Rapid tes dan  kartu identitas serta tiket itulah yang akan dicek saat masuk peron.  Pengaturan tempat duduk juga berubah.  Kami memilih gerbong 9 atau gerbong terakhir untuk penumpang,  sebelum gerbong untuk kargo.  Gerbong dimana kami bisa duduk bersisian.  Saat itu kapasitas gerbong adalah 50 penumpang,  namun hanya terisi 7 penumpang. Penumpang juga mendapat face shield yang harus dipakai.

Aura yang berbeda nampak nyata.  Sepi dan sunyi,  apalagi kami sampai di tempat tujuan jam satu malam dini hari,  benar- benar berbeda. 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline