Lihat ke Halaman Asli

Antara Hikaru dan Aelita Andre

Diperbarui: 14 Mei 2018   07:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Ada yang menarik dalam dunia seni rupa anak anak di jaman now. Kita pasti ingat bahwa seni rupa anak adalah lekat dengan citra dua gunung dengan jalan desa ditengahnya, ditambah matahari mengintip diantara  gunung satu dan gunung lainnya, karya karya anak seperti ini sangat populer sampai berpuluh puluh tahun dan menjadi pelajaran menggambar "paling benar" dijamannya.

Namun zaman terus berubah, demikian pula dunia seni rupa anak mengalami perubahan dengan lahirnya pakem seni rupa anak berikutnya. Yaitu periode menggambar objek apa saja, bisa pasar, binatang dan lainnya. Jadi tidak selalu gunung dan alam pedesaan. Namun demikian karya pada masa ini tetap saja mengajarkan keseragaman, atau aturan baku untuk menghasilkan karya "baik". 

Aturan atau rumusannya ada pada teknik mewarnai yang selalu menggunakan gradasi yang umumnya memakai warna senada. Bisa biru, hijau kuning atau merah orange dan kuning atau kombinasi warna lain yang sepertinya sudah menjadi rumus mewarnai.

Konsep karya anak seperti ini mewabah, hingga yang dinilai bagus dalam karya anak adalah jika anak sudah dapat menggambar dan mewarnai dengan gradasi, tidak keluar garis dan mewarnainya rata atau tidak menyisakan warna kertas yang putih. Para gurunya sering mengistilahkan jangan sampai lukisannya beruban.  Ha ha, inilah salah kaprah dalam dunia seni rupa anak yang terus berlanjut dari jaman dua gunung berganti dengan gradasi.

Kesalahannya terletak pada keharusan anak mengerjakan karya dengan satu rumus/cara yang sama untuk semua anak dan untuk semua karya.  Karena sesungguhnya cara menggambar seperti itu adalah melatih anak untuk menjadi penghapal dan bukan pemikir. Sedangkan sesungguhnya dunia seni rupa adalah dunia "tanpa batas" yang mendorong pelaku didalamnya untuk dapat berpikir cerdas, kreatif dan unik. Minimal tiga kata ini harus digenggam sebagai modal  berkarya dalam dunia seni rupa.

Hikaru adalah seorang anak yang masih belia. Namun demikian karya seni rupanya (sketsa, lukisan serta karya tiga dimensinya) memiliki kekuatan dan keunikan yang keluar jauh dari rumusan seni rupa anak yang saya sebutkan diatas. Lihat saja sketsanya. Sketsa Hikaru yang terkumpul di rumahnya barangkali jumlahnya ratusan. Ini menunjukan ia memahami bahwa sketsanya bukanlah sekedar kertas yang dicoret coret tanpa makna dan guna. 

Hikaru sadar bahwa sketsanya adalah ekspresi dirinya yang unik artistik dan mempunyai ikatan batin yang kuat dengan perjalanan hidupnya.

Ia melihat karyanya termasuk sketsanya adalah jejak atau catatan kehidupan pikiran dan perasaanya yang ia komunikasikan kepada lingkungannya. Pemahaman terhadap karyanya sendiri yang serius seperti ini menggambarkan bahwa ia sadar dan paham akan nilai  seni rupa dalam karyanya.

Diantara karya yang saya lihat saya dapat melihat kemampuannya mengorganisir berbagai materi objek gambar atau dalam bahasa seni rupa mengkomposisikan berbagai objek gambar hingga dapat menghasilkan karya yang baik, seperti memiliki pusat perhatian, keseimbangan, irama atau harmoni dan lainnya. (lihat gambar 01 dan 01a)

Dokpri

    sketsa 01a

Karya lainnya menunjukan kemampuan Hikaru mengkombinasikan warna. Dalam sketsa ini ia memadukan warna merah dan hitam, hingga karyanya menjadi lebih kuat dan berbicara.

sketsa 02  

  sketsa 02a

Selain kemampuan di ranah teknik diatas, Hikaru juga sering menunjukan kekuatan imajinasinya, lihat saja karya sketsa 03 dan sketsa 03a.

Ia menggabungkan dua mahluk beda alam menjadi satu, dan disketsa lainnya ia memanusiakan anjing (mungkin salah satu anjing kesukaanya).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline