Kali ini, saya bersama beberapa teman mahasiswa Indonesia menelusuri jejak peradaban Islam di China. Lokasi yang dituju adalah Kota Quanzhou, Fujian, China. Untuk mencapai kota yang berada di pesisir selatan China ini, saya memakai kereta cepat dari Xiamen North Station menuju Quanzhou Railway Station. Hanya butuh 25 menit mencapai kota ini.
Kami menelusuri kota berjuluk Zaitun. Kota ini disebut Zaitun karena Quanzhou pernah menjadi pusat perdagangan dan pelabuhan terbesar di China saat periode perdagangan jalur sutera.
UNESCO, organisasi di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), menyebut bila Quanzhou sebagai kota bersejarah karena merupakan titik awal dari jalur sutera maritim.
Saking strategisnya, banyak pedagang dan penjelajah dari penjuru dunia singgah dan menetap di Quanzhou. Alhasil, keberagaman beragama dan percampuran budaya seperti China-Arab sangat mudah ditemui di sini kala itu.
Bahkan cendekiawan dan penjelajah Islam terkenal asal Maroco, Ibn Battuta menyebut, selama periode pelayarannya ke penjuru dunia tahun 1304-1377 Masehi, Quanzhou sebagai pelabuhan terbesar di dunia. Sejarah kejayaan maritim dan Islam Quanzhou juga bisa dilihat di Islamic Centre dan Museum Maritim Quanzhou.
Pada perjalanan kali ini, kami didampingi oleh Refgy, mahasiswa Indonesia yang telah menetap dan belajar di Huaqiao University, Quanzhou sejak 2014. Dengan Bahasa Mandarin yang fasih, Refgy memperkenalkan dan menemani kami selama berada di Kota Quanzhou. Perjalanan kami yang pertama ialah situs Masjid Qingjing.
Masjid Qingjing Berdiri Sejak 1009 Masehi
Masjid Qingjing atau bisa dikenal dengan masjid As Shohabu. Masjid yang terletak di Jalan Tu Men Jie itu memiliki gaya bangunan seperti di Turki dan Arab.
Masjid ini didirikan pada 1009 Masehi. Pada abad pertengahan, Quanzhou adalah pelabuhan terkenal di dunia. Saat itu, para pedagang dari Arab berlayar ke sini. Menurut penelitian, saat para saudagar asal Timur Tengah akan membangun Masjid Qingjing, di Kota Quanzhou sendiri telah berdiri sekitar enam sampai tujuh masjid.
Masjid Qingjing saat ini sebetulnya sudah tidak bisa digunakan kembali. Bangunan Masjid Qinjing tinggal tersisa tembok dan pilar dari bebatuan tanpa atap. Kini, Masjid yang berdiri tahun 1009 masehi ini, telah berubah fungsi menjadi salah satu ikon wisata Kota Quanzhou.
Namun, bagi umat Muslim tak perlu khawatir karena Pemerintah China membangun mushola dan masjid baru di area situs Masjid Qingjing.
Perkembangan Islam di Kota Quanzhou
Di sini, kami bertemu dengan Ahong atau Imam Masjid Quanzhou. Sang Imam yang bernama Ibrahim menuturkan bahwa peradaban Islam di Quanzhou dahulu sangatlah pesat. Periode perkembangan Islam di Quanzhou, awalnya berlangsung pada era Dinasti Tang (618-907). Kala itu, Islam diperkenalkan oleh pedagang Arab-Persia yang berlabuh di Quanzhou.
Para pedagang dan penjelajah dari Timur Tengah itu singgah di Quanzhou, dan tentunya ada yang beristri dengan warga lokal, Chinese Han. Peradaban Islam memasuki masa keemasan pada era Dinasti Ming (1368-1643). Pada era ini juga, Laksamana Cheng He (orang Indonesia menyebutnya Laksamana Cheng Ho) melakukan ekspedisi, termasuk ke Indonesia. Islam di China kemudian memasuki masa kemunduran pada Dinasti Qing (1644-1911).
Pada era kejayaannya, Ahong menyebut jumlah umat Islam di Quanzhou mencapai 100.000 orang. Kini, pemeluk Islam di bekas kota pelabuhan penghubung jalur sutera ini hanya berkisar 400 orang, sedangkan penduduk Kota Quanzhou (sensus 2010) berkisar 8 juta orang.