Di pagi hari ketika saya sedang membaca koran, terdapat informasi acara-acara yang diadakan di berbagai tempat untuk memperingati Tahun Baru Imlek yang dirayakan hari ini. Ada dua pilihan yang menarik hati yaitu Jam 11.00 wib menonton pertunjukan Barongsai di Klenteng An Eng Kiong Malang atau di sama jam yang sama menonton pertunjukan barongsai dan parade Wushu di Mall Malang Town Square atau yang biasa disebut Matos. Karena keduanya mempunyai jam yang sama maka kami sekeluarga diharuskan tuk memilih dan akhirnya kami memilih untuk pergi ke Klenteng. Sesampai di Klenteng, kami cukup heran dengan suasana Klenteng yang terbilang cukup sepi. Akhirnya saya bertanya kepada seseorang di sana yang mengatakan bahwa acara di Klenteng jam 09.00 yang kemudian dilanjutkan dengan sholat bersama. Karena ternyata kepanitiaan dan para pemain barongsai tidaklah hanya warga keturunan yang mayoritas beragama Budha tetapi banyak juga yang dari penduduk asli dan berbagai agama seperti Kristen, Katolik bahkan yang beragama Islam. Dan untuk menghargai pemeluk agama Islam maka diadakanlah sholat bersama tersebut. Setelah itu, jam 11.00 baru dilanjutkan dengan pertunjukan di Matos. Akhirnya kamipun segera meluncur menuju Matos. Kami kesulitan untuk mendekati Matos karena jalan menuju Matos ditutup sehingga kami harus memutar dan memarkir kendaraan agak jauh dari Matos. Kami pun melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki. Sesampai di sana, ternyata Matos telah dipadati ribuan orang yang sedang menonton pertunjukan Barongsai sehingga kamipun kesulitan untuk bisa mendekat apalagi melihat pertunjukan tersebut. Dan kami hanya bisa melihat ribuan orang yang sedang berdesak-desakan. Dari para penontonnya pun saya bisa melihat bahwa mereka bukan hanya dari kaum keturunan saja yang mayoritas berkulit kuning. Melainkan ada berbagai macam warna kulit, mulai dari yang berkulit kuning, sawo matang bahkan berkulit gelap. Bahkan banyak juga ibu-ibu yang berkerudung dan bapak-bapak yang menggenakan sarung. Ternyata Tahun Baru Imlek bukanlah hanya milik kaum keturunan saja tetapi juga dinikmati bersama-sama. Sungguh suatu pluralisme yang sangat indah. Hidup PLURALISME!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H