Lihat ke Halaman Asli

Mungkin Tidak Seperti Prasangka

Diperbarui: 17 Maret 2024   06:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Keragu-raguan datang dari prasangka. Namun prasangka adalah perasaan yang  lumrah. Beranikan diri untuk membuktikannya, Agar diri bisa melihat kebenaran dari prasangka"


Hujan masih turun, sudah 4 jam Daniel duduk di jendela kamarnya. Melamun di sana,  memandangi burung yang sedang menyelesaikan sarang. Melamun lagi, memperhatikan anak-anak laki-laki yang berlarian. Melamun kembali.

Ini pertama kali Daniel datang ke Indonesia untuk menjalani puasa ramadan bersama ibu Kesya. Ibu tiri nya adalah alasan bagi ayahnya untuk pindah agama. Dan Daniel yang masih berumur 12 tahun saat itu, tidak ikut pindah agama.

Ketukan pintu kamar, membuat lamunan Daniel buyar.
"Coming"
" I am going to market to buy some fruit, would you like to join?"  
"Does  ibu kesya come too?"
"Yes, she does"
"Alright,  can you give me 5 minutes dad?"
" Sure baby, see you in down!"

Daniel segera berganti pakaian, saat dia membuka lemari. Daniel terdiam sesaat, mata nya tertuju pada beberapa helai hijab di sana. Tentunya ia sudah melihat hijab itu dari hari pertama dia datang ke rumah ibu Kesya. Tapi Daniel tidak pernah tertarik terhadap hijab-hijab itu.
Daniel menimbang-nimbang, apakah sebaiknya dia memakai hijab itu seperti ibu Kesya. " I'm not a muslim" , teriak Daniel dalam hati.
Daniel mondar-mandir di kamar 4x5 nya sambil memegang dagu, lalu rambut, melipat kedua tangannya ke dada, meremas rambut panjangnya. Memegang dagunya kembali, kemudian berdiri kembali di depan lemari dengan bertolak pinggang.

"Are you Coming Dan...." suara ibu Kesya dari lantai bawah.
" Yes ibu"
Daniel menarik pasmina warna jingga dan berlari menuruni tangga.
Louis yang sedari tadi sudah berada di dalam mobil segera keluar dan membuka pintu mobil untuk putrinya. Daniel bingung mengapa ayahnya membukakan pintu mobil untuknya. Daniel duduk di depan sambil memegang pasmina jingga dan tas cantik hadiah dari mama Caroline. Ibu kandungnya. Ibu Kesya duduk di belakang.

"Ibu, why are you sitting over there?", Daniel mencoba bertanya untuk menjawab rasa penasaran di hatinya.
" This is the first time you've been out since you reached home. So I guess you need to watch arround...."
"Ah, ibu baik sekali" dengan bahasa indonesia yang tidak fasih, Daniel memuji kebaikan ibu Kesya.

Pasar tidak jauh dari rumah mereka, 10 menit dari komplek. Daniel tidak langsung turun. Louis yang sedang membuka pintu untuknya, menatap wajah anak perempuannya yang terlihat gelisah.
"What's wrong Dan?"
"Dad, should i wear hijab?"
"Well baby, its yours... You know, what do you want to..."

Ibu Kesya yang berdiri agak jauh dari mereka, menunggu tanpa ingin menguping pembicaraan dua orang yang ia cintai itu. Louis adalah suaminya, Daniel adalah anak tiri nya. Tapi Kesya adalah wanita yang telah belajar menghormati hak orang lain. Dan salah satu cara dia menghormati suami dan anak tirinya adalah dengan memberi ruang untuk mereka berdua.

Daniel menatap Ibu sambungnya, lalu matanya kembali menatap ayahnya yang berdiri di luar mobil, menunggu keputusan nya.
"Dad, let me try this hijab"
"Okay" Louis tersenyum, dan membelai rambut anak perempuan nya itu.
"Take your time" Sambil menutup kembali pintu mobil dan berjalan ke arah istrinya, Kesya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline