Lihat ke Halaman Asli

Istilah "Pribumi" dalam Kontestasi Politik Pilkada DKI Jakarta

Diperbarui: 4 April 2017   16:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Agak "congkak" kiranya membincangkan istilah pribumi dalam tataran kontestasi Pilkada DKI Jakarta. Dalam beberapa hal, istilah pribumi dewasa ini telah diadopsi sebagai sesuatu kekuatan yang berisfat dogmatis. Sehingga tidak heran bermunculan situs-situs atau slogan yang menggunakan istilah Pribumi. 

Padahal, apabila menilik realitas sejarah, pribumi adalah sesuatu yang bisa dikatakan absurd maknanya jika mengacu pada konteks temporal. Barang tentu kalian yang mengaku pribumi justru memiliki darah India karena kontruksi sejarah dimasa kuna, atau justru Arab dan Persia karna teori perkawinan Islamisasi di Nusantara (?) 

Istilah pribumi ini justru santer ketika zaman kolonial, dimana saat itu kolonial membuat segregasi antara orang Eropa, Timur Asing dan Pribumi (Inlander). Bisa dikatakan, pribumi saat itu konotasinya adalah sesuatu yang bersifat rendah sehingga dalam persfektif kolonial sendiri adalah orang orang yang bisa dikatakan "uncivilized". Bahkan dalam beberapa hal orang pribumi sendiri menganggap dirinya menggunakan sebutan daerah, misalkan " seorang  Jawa". 

Namun, terlepas dari persoalan perspektif sejarah, saya hanya ingin mencurahkan sesuatu yang menggelitik hati dan pikiran saya atas segelintir dagelan pada bangsa ini. Lucu memang orang bersorak untuk memilih pribumi. Kiranya saya hanya ingin bertanya bahwa Anies adalah seorang " peranakan" Arab dan Ahok adalah seorang peranakan Cina, standarisasi pribumi apa yang di cari ? sedangkan kalian yang mengaku pribumi adalah penonton yang mencoba untuk mengeksklusifkan diri melalui dogma-dogma yang bisa dikatakan " mitos disintegratif". 

Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa adalah konsep Majapahit yang menjadi preseden hingga saat ini.Sebenarnya adalah sebuah sistem yang mencoba menengahi konflik antar Agama saat itu. Kini hal itu dijadikan sebuah konsep yang sangat gigantis akan keberagaman Indonesia. Maka membicarakan multikultural, tentu terdapat berbagai macam ras dan kesukuan di Indonesia. pertanyaannya, dimanakah posisi pribumi itu sendiri ditengah keanekaragaman ? 

Maka, jangan jadikan hal yang bersifat "mitos disintegratif" yang mengarah pada dogma eksklusifitas dipertaruhkan dalam tataran dunia politik. Tidak lah betul mengeksklusifkan diri pada sesuatu hal yang bersifat pembenaran diri. Sekiranya kita sadar bahwa kita adalah bangsa yang satu dan beragam dari segi ras, etnis dan Agama yang dilahirkan melalui pertumpahan darah. Bahwa padasannya eksklusifitas menyebabkan sederetan konflik sehingga kita tidak sadar bahwa manusia adalah mahluk yang memilki "hati nurani" yang sama-sama diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. 

Sungguh ini bukanlah tulisan yang ingin menyudutkan, akan tetapi terlepas dari itu semua bahwa saya hanya ingin menyampaikan bahwa kita adalah satu: yaitu INDONESIA. 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline