Lihat ke Halaman Asli

Lia Rayap

poems, writings, and dark things.

Lorong Waktu

Diperbarui: 31 Oktober 2017   12:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Aku merasa telah berada di sini sebelumnya. Aku yang mengitari lorong-lorong kesunyian tanpa lampu. Berlari dengan kaki telanjang. Menepis luka yang menganga. Aku mencarimu. Di mana kamu, sayang?. Seabad telah berlalu. Aku kembali. Apakah kau masih mengingatku?.

Aku yang dulu ada dalam peluhmu, bercampur dengan keringat yang mengutarakan kesetiaan. Aku yang berada satu centi dari detak jantungmu, yang memelukmu tanpa sekat. Tanpa beban. Ini aku. Aku yang namanya kau sebut dalam doamu ketika raja langit menghadiahkan duapertiga malam. Ini kita. Penghuni dimensi lain yang telah kita bangun sendiri. Kita yang telah kembali dengan takdir berbeda. Apakah ini kutukan?. Oh, tidak. Ini hanyalah hayalan yang merembes dalam otak ketidaksempurnaan.

Ruas-ruas kakiku telah termakan pecahan batu jalanan. Aku masih mencarimu. Di mana kamu, sayang?. Jika kamu menemukan pesan ini, aku ingin kau tahu, aku masih mencintaimu sama seperti yang lalu. Jangan "mengutuk" Tuhan atas keputusan-Nya. Aku masih di sini. Mencintaimu seperti seabad yang lalu.[]LR

-Bumi kita, Suatu Malam di Bulan Oktober 2015-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline