Lihat ke Halaman Asli

Lia Rayap

poems, writings, and dark things.

Kita Benar, Orang Lain Salah

Diperbarui: 16 Oktober 2017   12:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Manusia lahir dengan jiwa 'merasa paling benar'. Entah setelah dewasa akan memudar. Atau memang akan dibawa sampai menua. Makhluk Tuhan yang satu ini memang sangat unik. Saking uniknya seringkali tidak sadar kalau dia egois. Saking uniknya sampai lebih suka dianggap sebagai korban. Saking uniknya sampai tidak sadar dia makhluk pencari dukungan. Tidak mau salah. Tidak mau kalah.

Ketika kita berada diantara dua orang kekasih yang lagi terjebak konflik. Maka yang kita dapatkan hanyalah 'kebenaran' kedua belah pihak. Tidak ada pihak yang salah. Dua-duanya benar. Keduanya ingin didengarkan. Lalu, jika memang tidak ada yang salah kenapa perkelahian itu terjadi. Jika memang keduanya benar kenapa dua-duanya merasa tersakiti. Aneh.

Dari kecil tanpa ada yang mengajarkan, kita terbiasa dengan penyampaian hal-hal yang kita anggap benar dan orang lain salah. Anak kecil yang jatuh di lingkungan sekolah, ia akan pulang dan sampaikan kepada orang tuanya kalau ia jatuh karena si A atau si B. Bisa jadi memang benar, kesenggol tak sengaja. Yang terjadi, orang tua yang kurang piknik secara emosional akan langsung mengadu ke sekolah dan melabrak orang tua si A atau si B. Ia merasa anaknya yang paling benar karena anaknya 'korban'. Orang tua si A atau si B juga tidak terima karena menganggap anaknya tidak bersalah. Itu bukan sebuah kesengajaan. Biasalah anak kecil. Kata orang tua si A atau si B berdasarkan cerita anaknya. Lalu siapakah yang benar.

Cermin keegoisan anak dan orang tua sama-sama nampak. Sama-sama merasa paling benar. Sama-sama mencari pembenaran. Sama-sama tidak mau disalahkan. Sama-sama mencari pihak yang paling bersalah. Itulah kita, makhluk paling egois yang ada di muka Bumi.

Tidak  hanya merasa paling benar kita bahkan ahli manipulasi. Apa yang kita ucapkan adalah naskah yang telah kita 'manipulasi' sebelumnya. Sadar atau tidak sadar. Terima atau tidak. Setiap dari kita pernah melakukan hal tersebut. Kita hanya perlu pastikan lingkungan kita mengaminkan sikap yang kita ambil. Tidak peduli apa yang orang lain pikirkan. Kita akan sampaikan apa yang kita anggap benar. Tidak peduli apa yang orang lain katakan. Kita akan racik argumen yang kita miliki seolah-olah paling benar. Pokoknya kita benar dan objek yang kita bicarakan adalah salah. Dengan begitu kita akan merasa sangat-sangat lega. Seolah-olah telah selamat dari sebuah kesalahan. Telah selamat dari tuduhan-tuduhan tendensius yang berkata kita tersalah. Kita telah memenangkan 'praperadilan'. Kita telah miliki pendukung. Sedangkan dia?. Jangan salah. Mungkin dia juga sedang mencari dukungan sama seperti kita.

Kita memang lucu. Sangat lucu. Perlu waktu untuk saling menertawakan diri sendiri.

Perlu kita sadari naluri mempertahankan diri memang sengaja diciptakan oleh Tuhan. Itulah alasan agar manusia bisa tetap survive menghadapi rintangan hidup. Kau tidak perlu merasa 'kotor'. Manusia itu sama. Yang membedakan adalah 'pascaperadilan' apakah kita menyempatkan diri untuk merenung ataukah tidak. Apakah kita menyadari kesalahan-kesalahan kita ataukah tidak. Apakah kita mengakui kesalahan kita atau tidak. Atau kita malah memilih menjadi makhluk kepala batu sampai menua. Itu pilihan.

Inilah kenapa meminta nasehat itu begitu penting. Mintalah nasehat kepada orang-orang yang terbaik yang ada di sekeliling kita. Orang yang mungkin lebih dekat dengan Tuhan yang telah menciptakan kita. Orang-orang mungkin telah lebih dulu dapat mengendalikan dirinya dibandingkan kita. Atau orang-orang yang memiliki kata-kata yang baik, yang tidak mengajarkan benci tetapi melembutkan hati. Mintalah nasehat kepadanya. Syukur-syukur kita bisa menundukan ego. Semoga. []LR

repost blog pribadi: https://amaliayulian.wordpress.com/2017/10/15/kita-benar-orang-lain-salah/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline