"Buk, besuk kalau kurban bikin iga bakar yang banyak, to...!"
"Ya, Le. Nanti Ibuk bikin iga bakar yang banyak. E, tapi tergantung dapetnya iga lho, Le."
"Njaluk, no!"
"Eh, Cah Bagus, nggak boleh minta. Kalau dikasih, ya diterima. Matur nuwun. Tapi kalau nggak diberi, ya udah. Ora pareng njaluk-njaluk, Le."
Njaluk-njaluk merupakan kosakata Masyarakat Jawa, memiliki arti kata meminta-minta. Begitulah, kenapa saya melarangnya, karena tangan di atas lebih baik ketimbang tangan di bawah.
**
Hari Raya Idul Adha atau yang dikenal dengan nama Hari Kurban memang telah lama berlalu. Namun kisah terkait perayaan umat Islam melekat dalam ingatan.
Lebih-lebih jika menyoal hidangan istimewa yang disajikan di Hari Raya, rasanya melekat di indera perasa dan ingin mengulang sajiannya. Salah satunya iga bakar.
Saya membuat resep iga bakar memenuhi permintaan anak. Kebetulan beberapa bulan terakhir ia menyukai jenis olahan ini.
Awal mula mengenal masakan ini hasil perburuan melalui aplikasi grab food. Ya, Pondok Makan Kanjengan yang terletak di Tengah Kota Klaten menjadi resto pilihan.
Resto di atas menyajikan beragam olahan daging sapi. Dari sekian menu, Nak Nang menyukai nasi goreng daging sapi dan iga bakar madu.