Ramadan kali ini takjauh berbeda dengan tahun lalu. Sebab, kita menjalani masih dalam masa pandemi covid-19 yang telah berlangsung hampir lima belas purnama. Ini kali kedua, umat islam di seluruh dunia melakoni puasa di tengah wabah tersebut.
Semarak suka cita Ramadan kali ini akan dibatasi, dengan segenap protokol kesihatan yang wajib kita patuhi.
Bagi kawasan zona hijau, bisa melangsungkan salat tarawih bersama di masjid atau surau, mushola dengan pembatasan jamaah setempat.
Tentu saja dengan menerapkan protokol kesihatan.
Tidak boleh berlama-lama dalam satu acara(maksudnya setelah salat isya' tarawih, untuk segera pulang.
Terasa ada yang kurang saat menjalani ibadah tersebut, seakan rindu mendalam
Berikut kebiasaan yang kita rindukan.
Pertama, Tadarus bersama di masjid selepas salat tarawih.
Pada umumnya, kaum mukmin berkumpul untuk tadarus. Membaca Al-Qur'an sesuai target masing-masing pun secara berjamaah.
Namun, ini kali kedua untuk menghatamkan Al-Qur'an secara online(melalui WAG) jamaah setempat. Seperti tahun lalu, saya pun mengikuti acara tersebut. Dalam 30 juz dibagi beberapa orang, lalu kami setoran 1 juz menurut surah yang kita baca. Begitu terus hingga menjelang hari raya tiba.
Kedua, kebiasaan yang dirindukan yaitu; membangunkan orang saat menjelang sahur.
Tradisi yang sangat dirindukan anak-anak pun kaum remaja.
Setiap menjelang sahur, beberapa anak dan remaja saling berkeliling menyerukan kata 'sahur, sahur....' sambil menabuh kentongan dengan irama khas yang unik dan menarik tabuhannya. Semenjak pandemi, dua kali Ramadan gema itu menghilang. Hanya suara pengeras ta'mir masjid yang berkumandang membangunkan.
Ketiga, kebiasaan buka bersama (bukber)