Lihat ke Halaman Asli

Yuliyanti

TERVERIFIKASI

Yuli adja

Tiga Alasan Perempuan Harus Mahir di 3D

Diperbarui: 12 April 2021   06:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar(kompasiana.com)

Setinggi apapun pendidikan dan profesi, Gelar Ibu Rumah Tangga tersematkan untuknya.

Jangan sekolah tinggi-tinggi, paling juga hanya akan jadi Ibu rumah tangga. Kalimat tersebut kerap kali dilontarkan untuk seorang gadis yang menginjak dewasa. Sekalipun dia bergelar Sarjana, setelah menikah akan menjadi istri terbaik dan seorang Ibu untuk putra-putrinya. Itulah kodrat wanita.

Sebenarnya sebuah ungkapan yang tidak benar. Bagi mereka yang berkecukupan lagi bergelimang harta, Pendidikan bagi Putra-Putri tercinta tidak dibeda-bedakan. Semua punya posisi sama, kelak ilmu yang didapat bisa diturunkan bagi penerus, mengingat Ibu sebagai madrasah pertama buat anaknya. Bisa pula ditularkan di  komunitasnya. 

Lalu, kenapa seorang wanita kadang dipandang sebelah mata? Seakan takmampu menopang ekonomi keluarga. Sekolah pun juga nggak boleh tinggi-tinggi, apakah tidak boleh seorang wanita berpendidikan tinggi?

Boleh saja. Pendidikan untuk kaum wanita telah diperjuangkan sejak lama, siapa yang tidak mengenal sosok wanita hebat, gigih dalam mempelopori kesetaraan derajat antara pria dan wanita di Negeri Indonesia tercinta ini. Raden Ajeng Kartini atau yang lebih dikenal dengan RA Kartini.

Peran wanita tak kalah hebatnya dengan Pria, ilmu pendidikan yang dimiliki setiap saat pun tercurah untuk putra-putrinya.

Sebagai contoh kecil saja, Kakak ipar saya keduanya Guru SMP. Sebagai seorang guru didik ia melakoni kewajiban layaknya seorang guru lainnya. Pagi-pagi setelah mengurus keluarga mulai dari memasak, mengurus suami dan kedua putrinya, tak pernah ketinggalan waktu sedetik pun  dalam mengajar. Semua dilakukan tepat waktu, karena menyadari begitu pentingnya waktu.

Begitu pun saat pulang dari mengajar, tugas sebagai Ibu rumah tangga memanggilnya, mencuci piring selepas sarapan pun makan siang, ditambah  bersih-bersih halaman,  hingga menyetrika baju tak lepas dari kewajiban sebagai seorang Ibu rumah tangga.

 Semua dilakukan penuh suka cita. Tanpa mengeluh sekalipun, karena memang itulah takdirnya. Sebagai Ibu rumah tangga yang punya profesi sebagai Guru.

Kemudian satu contoh lagi, adik kandung saya yang perempuan. Dia sebagai  Ibu rumah tangga, sekaligus berprofesi sebagai wanita pengusaha. Sebagai seorang istri tidak melupakan kewajibannya dalam mengurus keluarga. Sekalipun profesinya sangat menyita waktu, toh dia bisa menyelaraskan kedua profesinya.

Begitu pula dengan saya pribadi. Jauh sebelum menikah, saya sudah berprofesi sebagai wanita pengusaha. Setelah bertemu dengan jodoh, lalu menikah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline