Lihat ke Halaman Asli

Yuliyanti

TERVERIFIKASI

Yuli adja

Kenapa Ada Dua Nama di Hatimu

Diperbarui: 25 Desember 2020   12:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Senandika:

Entah sudah berapa kali engkau berkata, ada dua nama terindah bersemayam di hatimu. Namun, kamu masih tetap menginginkan aku untuk berdiri kokoh di sampingmu. Mendukungmu saat berada di titik terendah, memberikan bahu saat kamu butuh sandaran. Serta menguatkan kala hatimu  rapuh.

Biarkan aku pergi. Bukankah, ada dua nama pengisi hatimu? Biar bagaimanapun usahaku untuk berada di sisimu tak akan pernah terlihat. Karena kamu hanya berpusat padanya. Ada mereka yang selalu bersemayam di hatimu. Namun, kenapa? Setiap kali aku beranjak, engkau selalu melarang dan menahanku untuk tetap di sampingmu.

Jika di hatimu ada dia, mengapa aku harus di  sampingmu? Bukankah seharusnya dia pula yang menyempurnakan kisah hidupmu?

Lalu kenapa harus aku? Kamu tahu, dengan sikapmu itu, kau  bagai menghujamkan sebilah pisau tajam tepat ke ulu hatiku.
.
.

Ada ribuan tanya yang seharusnya aku utarakan. Namun, sepatah kata pun tak bisa keluar dari bibirku saat melihatmu tersenyum. Kenapa? Karena bagiku, senyummu itu anugerah untukku. Entahlah, kenapa bisa seperti itu.

Ini permainan takdirkah?  Ataukah ujian kehidupan? Kedatanganmu hanya saat kesepian, sendirian, datang melanda. Kau butuh seseorang penyangga raga. Saat itu, terkadang air mataku luruh pun ta kau lirik. Sungguh menyedihkan, bukan?

Aku sendiri tidak tau, seberapa pentingnya dia, apa pula yang diperbuat, hingga namanya melekat erat. Harus sampai kapan aku terbawa arus tanpa muara? Aku tidak ingin tenggelam.

Kenapa harus ada dua Nama di hatimu? Biarkan aku pergi. Tentunya kamu tahu, alasan kepergianku. Engkau telah mendua, dan aku tidak ingin sejajar dengan dia.

Jika kepergianku menorehkan luka di hatimu, aku minta maaf. Sejujurnya, akulah yang paling terluka. Namun, aku tetap berusaha tersenyum menguatkan diri.

Sepeninggalku, semoga hari-harimu indah, tetap berdiri kokoh walau badai datang menerkam. Tak perlu lagi bahu tuk bersandar. Kukira, cukuplah itu saja doaku untukmu.  Seseorang yang pernah menggenggam erat jemariku.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline