Pada tetesannya; kutitipkan rindu yang buncah di jiwa. Lalu, kuurai rasa yang tersimpan dalam senyap, mengendap dalam labirin kelam yang menyekat luka dan bahagia. Hingga melebur menjadi rasa yàng kusebut; cinta.
Pada deraiannya; kubiarkan ia menjadi saksi airmata, yang tumpah dari jiwa penuh duka. Menghadirkan ngilu bilamana menyentuh luka yang masih merupa lara. Lalu, kudiamkan saja hingga menyusupi celah hati yang tak seperti sediakala.
Pada rintiknya; kutengadahkan rupa ke langit tinggi. Berharap ia membasuh luka yang menyambangi hati. Hingga jernih tiada membekas lagi. Meninggalkan jejak pada rasa sakit yang tak diminati. Lalu, tersenyum bahwa hati mampu memberi maaf pada diri sendiri.
Pada dentingannya; kubiarkan saja mencipta melodi ritmis. Hingga merupa nada nada romantis. Lalu berkata; bahwa cinta tak selalu manis. Kadang terselip luka yang dramatis, sehingga jiwa diliputi rasa yang melankolis.
Pada hujan; tempatku memulangkan rindu. Kubiarkan hati menjadi kelabu. Sejenak, kunikmati dalam sendu. Lalu, kuteriakkan pada angin yang berlalu, bahwa rasa ini tetap saja; Rindu.
Yulia WR; 21.09.2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H