Lihat ke Halaman Asli

yulia

Mahasiswa

Hakikat Menulis: Bakat vs Keterampilan

Diperbarui: 12 Februari 2021   00:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

"Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian."- Pramoedya Ananta Toer

 

            Bagi sebagian orang, menulis merupakan sebuah aktivitas yang mudah sekaligus menyenangkan. Hanya dengan duduk, kemudian gagasan-gagasan dan imajinasi mereka berkeliaran di kepala. Namun, bagi sebagian orang lainnya, menulis bukan merupakan pekerjaan yang mudah. Sebagian orang justru sering kali mengalami kesulitan, bahkan dalam merangkai satu kalimat sekalipun. Perbedaan ini kemudian menimbulkan banyak pertanyaan. Menulis itu sebenarnya sebuah bakat atau keterampilan? Apakah semua penulis pastilah memiliki bakat menulis? Atau, apakah semua orang dapat menjadi penulis jika mau berlatih? Pertanyaan-pertanyaan tersebut sering kali mengganjal terutama ketika seseorang ingin memulai untuk menulis. Sering kali seseorang enggan memulai untuk menulis karena merasa tidak memiliki bakat menulis. Padahal, sekalipun memiliki bakat menulis, jika tidak diasah, maka bakat tersebut akan terbuang sia-sia.

            Jessamyn West mengatakan bahwa bakat sangat membantu dalam menulis, tetapi nyali adalah hal yang paling penting. Bakat pada dasarnya merupakan sebuah potensi khusus yang akan teralisasi jika dikombinasikan dengan latihan-latihan dan pembiasaan. Sarwono (1986) mengungkapkan bahwa bakat ialah kondisi di dalam diri seseorang yang memungkinkannya dengan suatu latihan khusus untuk mencapai kecakapan, pengetahuan dan keterampilan khusus. Artinya bahwa jika pun seseorang berbakat secara lahiriah, jika tidak ada latihan dan pembiasaan, maka bakat tersebut akan hilang.

            Selain karena merasa tidak memiliki bakat menulis, seseorang acapkali enggan memulai untuk menulis karena merasa tidak memiliki background di bidang kepenulisan. 

Padahal, jika menilik pada realitas, sebenarnya tidak sedikit penulis dan novelis yang sama sekali tidak memiliki background pendidikan sastra dan semacamnya, misalnya Tere Liye, seorang novelis yang banyak melahirkan karya-karya best seller. Jika kita membaca karya-karyanya sudah barang tentu yang pertama kali kita tebak adalah beliau memiliki background di bidang sastra. Namun, siapa sangka bahwa sosok Tere Liye adalah seorang lulusan akuntansi Universitas Indonesia. 

Belajar dari Tere Liye, maka sebenarnya siapa pun dan dengan background apa pun dapat menjadi seorang penulis jika ada kemauan dan keberanian untuk memulai.

            Sebagaimana sebuah kalimat penyemangat yang sering kita dengar, bahwa tercapainya sebuah keberhasilan berasal dari 10% bakat dan 90% ketekunan. 

Tidak seharusnya seseorang memiliki rasa takut dan malu untuk memulai menulis. Pada dasarnya, masing-masing dari kita adalah seorang penulis. 

Coba sesekali tulislah hal-hal menarik yang terjadi di sekitar. Kita bisa menuliskannya di buku harian, blog pribadi, atau media sosial. Dengan demikian, secara tidak langsung kita telah melatih diri menjadi seorang penulis.

            Jika dulu aktivitas menulis hanya dianggap sebagai hobi, kini menulis justru dapat menjadi salah satu pilihan pekerjaan bagi sebagian orang. Tidak sedikit orang yang menggantungkan hidupnya dari menulis. Mengapa demikian? Kini menulis menjadi salah satu pekerjaan yang menguntungkan. Dengan mengirim satu tulisan ke media misalnya, kita bisa saja mendapatkan uang ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Sangat lumayan, bukan?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline