Sedikit menengok ke pulau paling selatan di Indonesia, maka kita akan menjumpai satu pulau yang terkenal akan keindahan pantai dan kekayaan sumber daya alam yang patut di perhitungkan yaitu Pulau Rote.
Tempat yang menyimpan sejuta potensi, sumber daya alam yang tiada habis nya jika di bahas, sudah terkenal sekali akan gugusan gelombang air laut nya di seantero pelosok, dan sering di kunjungi peselancar dunia untuk memacuh adrenalinnya, tetapi mari sedikit menggeser arah pandang dan menaruh sedikit perhatian pada sebuah potensi alam yang kini mulai terkikis oleh moderenisasi, sangat tidak bijaksana jika dibiarkan begitu saja.
Terutama sumber daya alam nya, yang menjadi mata pencaharian masyarakat jika memasuki musim paceklik, kebanyakan masyarakat sangat memanfaatkan momen ini sebagai tambahan penghasilan mereka.
Dari awal bulan juli hingga bulan november para lelaki mulai turun ke kawasan ladang mereka, sekitar pukul 05.00 Wita dan mulai menyadap Nira Lontar yang biasa disebut "Tuak", oleh masyarakat Pulau Rote, ketika petang hari mereka akan pergi kembali menggambil air hasil dari sadapan dan membuat sadapan baru lagi untuk kemudian diambil pada pagi nya, jika angin bertiup sangat keras malah semakin membuat air nira semakin banyak dan kualitas nya semakin bagus.
Mengenal Pohon Lontar dan Hasil Pengelolahan
Pohon Lontar atau (Borassus flabellifer) memang sangat banyak di temui pada kawasan Pulau Rote tumbuh subur di tanah tandus pada lingkungan tropis Pulau Rote, rasa yang di hasilkan dari sadapan pohon lontar sangat manis, baunya harum, biasa diolah air nira nya untuk di jadikan sebagai gula air, gula lempeng, atau biasa nya di haluskan sehingga menjadi butiran-butiran seperti pasir yang dinamai dengan gula semut.
Proses pembuatan nya dengan cara memasak air nira pada tungku-tungku api yang telah di dibuat menggunakan tanah liat, memasak nya juga dibutuhkan waktu yang cukup lama sekitar 3-4 jam proses pemasakan, dari 4 periuk (tempat memasak air nira) yang dipakai untuk memasak menghasilkan 1 jerigen gula air, sedangkan jika ingin di buat menjadi gula lempeng, setelah dimasak lalu di keringkan agar gula tersebut menjadi padat dan siap dipakai.
Selain itu bisa dimanfaatkan kembali menjadi cuka atau kecap. Masyarakat pulau Rote sangat menggantungkan hidup nya dengan memproduksi hasil dari sadapan pohon lontar, selain dari hasil sawah. Karena kebanyakan wisatawan baik lokal maupun asing yang setiap kali berkunjung selalu menyempatkan diri untuk membelinya di pasar ibu kota kabupaten maupun pasar mingguan di kecamatan untuk dijadikan buah tangan ketika hendak kembali ke asal mereka masing-masing.
Harga dari hasil memasak air nira yang di buat menjadi gula air setiap jerigen nya seharga Rp71.000-100.000 tergantung dengan kualitas nya, dan harga gula lempeng biasanya Rp10.000-20.000 per-bungkusan nya.
Makanya masyarakat Pulau Rote sangat menaruh harapan hidupnya pada hasil dari pemanfaatan pohon lontar, sudah ratusan tahun pula masyarakat Pulau Rote memanfaatkan air nira sebagai minuman pokok, seperti sudah terjadi keterikatan antara gaya hidup para masyarakat mengonsumsi hasil dari sadapan air nira.
Selain itu masyarakat Pulau Rote memanfaatkan hasil dari pohon lontar untuk dijadikan tempat untuk menaruh sirih pinang, kertas, anyaman untuk di pakai contoh nya topi khas Pulau Rote yang disebut Ti'i Langga, serta alat musik yang telah terkenal baik dalam negeri maupun di luar negeri yaitu Sasando.