(ilustrasi:PngTree)
Amel menggelengkan kepala ketika sepasang mata almondnya menyadari seikat mawar putih di tempat sampah. Kelakuan siapa lagi kalau bukan Aruna, si cewek paling batu yang pernah Amel kenal? Wanita itu melangkah cepat dan mengambilnya sebelum membuka pintu toko roti sahabatnya.
"Runa, Runa. Harusnya lo bisa menghargai pemberian Rusdi. Dia udah ngelakuin yang terbaik buat lo. Gimana perasaannya kalau dia tahu lo buang semua bunga yang pernah dia kasih?" ujar Amel, langsung to the point.
Aruna masih sibuk menyortir roti ke keranjang, sesekali menulis sesuatu di bukunya. Wanita berambut sebahu itu seperti tak menganggap keberadaan Amel.
"Oh, satu lagi. Rusdi juga udah merelakan waktu dan tenaganya buat merenovasi bagian depan toko roti lo. Masak iya, lo tega banget?" lanjut Amel, meletakkan bunga tadi di meja sebelum mengambil kue lumpur di piring.
Aruna mendesah pelan dan menatap sahabatnya yang asyik mengunyah.
"Tapi gue nggak pernah minta apapun dari dia. Lagian, gue bermaksud bayar dia buat merenovasi tapi ditolak. Soal bunga. Kenapa dia nggak belajar dari pengalaman? Lebih baik mundur daripada sakit hati, kan?" balas Aruna dengan santai sebelum membereskan meja kerjanya.
Amel melongo mendengar penuturan sahabatnya. "Gue nggak ngerti ya, sama jalan pikiran lo. Padahal gue yakin banget Rusdi itu dikirim Tuhan buat pengganti Reon."
Aruna menghentikan kegiatannya. Selama ini, hidup Aruna hanya berfokus pada lelaki berkulit legam itu. Reon yang begitu manis luar dalam dan mampu membahagiakan Runa sekaligus mematahkan seluruh harapannya.
"Aku nggak bisa LDR, Reon. Apa kamu nggak bisa membatalkan pekerjaanmu?"