Lihat ke Halaman Asli

Yuli Anita

TERVERIFIKASI

Guru

Merasakan Slow Living di Kota Malang, Mengapa Tidak?

Diperbarui: 5 Januari 2025   01:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Monumen Melati di dekat Museum Brawijaya (dokumentasi pribadi)

Dalam keseharian kota kami memang sering macet di titik titik tertentu, terutama saat jam berangkat dan pulang sekolah atau kerja. 

Ya, di kisaran jam setengah tujuh pagi dan jam setengah empat sore banyak jalanan macet, sebutlah jalan Semeru, Kawi, Kahuripan, Sawojajar dan banyak lagi.  Semua serba terburu-buru dan takut terlambat.

Kendaraan umum, mobil pribadi, sepeda motor pribadi, ojek berlomba-lomba. Lalu lintas demikian sesak karena semua diburu waktu. 

Tapi semua pemandangan itu hilang di kala liburan semester plus nataru seperti sekarang ini. Tiba-tiba saja semua terasa begitu lambat. Ritme kehidupan terasa demikian slow.

Beberapa hari yang lalu saya menyempatkan diri untuk berjalan-jalan bersama anak saya.

"Ibuk harus banyak jalan, sehari paling tidak lima ribu langkah, " kata anak saya sesudah membaca sebuah artikel kesehatan. Mungkin ia melihat ibuknya agak malas jalan kaki juga.

"Oke, ayo besok kita jalan," ajak saya. 

Esok hari setelah bersih-bersih rumah sebentar, jam setengah tujuh pagi kami berangkat jalan-jalan sesuai rencana. Suasana dalam kampung masih sepi, demikian juga di jalan raya depan gang.

Tempat pejalan kaki di Ijen Boulevard (dokumentasi pribadi)

Beberapa ibu tampak berjalan menuju pasar, pedagang makanan mulai menyiapkan meja untuk menata dagangannya, para penjual sayur keliling mulai stand by di depan gang. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline