Maghrib hampir menjelang. Tiga anak kecil masih berkutat dengan alat permainannya di serambi depan.
Main gadget. Apa lagi? Jika dulu bermain identik dengan berlarian ke sana kemari, sekarang bermain adalah duduk diam dengan gadget di tangan.
Permainan di layar tampak demikian seru. Mata ketiganya tak henti menatap layar yang menyajikan gambar berwarna-warni.
"Aku nyilih," kata salah seorang di antara mereka.
Ya, ada tiga anak , tapi gadget cuma dua. Pastinya salah satu hanya jadi penonton atau syukur-syukur jika dipinjami.
"Nih..," kata pemilik gadget pada temannya.
Dengan sigap si peminjam meraih gadget lalu memainkan permainan yang sama dengan gerakan jemari yang tak kalah lincah.
"Belum dibelikan HP, Yan?" tanya anak pertama.
Si peminjam tadi, Yayan, cuma menggeleng.
Sambil memusatkan konsentrasi pada koordinasi antara mata dan jemarinya. Permainan semakin seru.
"Galak gampil mu dapat berapa?"
"Tujuh ratus lima puluh ribu.. ," jawab Yayan
"Hah...? Banyak sekali? Mbok beli HP?" tanya temannya lagi heran.
Yayan menghela nafas. Matanya tak lepas dari layar permainannya.
"Belum boleh sama ibuk ku Don,..,"
"Lha kenapa?"
"Masih kurang katanya,"
"Iya sih, kata Masku kira - kira satu juta seratus sudah dapat HP bagus," jawab Doni, si penanya sok tahu.
"Besok bulikku datang dari Surabaya..biasanya ngasih galak gampil banyak. Mudah-mudahan bisa untuk tambahan beli HP..," tambah Yayan.