Benda kotak berbentuk persegi dengan warna coklat itu berdiri dengan manis di meja depan. Benda yang menjadi favorit kami bersama. Ia selalu setia menemani hari hari kami sekeluarga saat itu. Ya, radio, sahabat setia kami sekeluarga.
Radio Sieghfried buatan Jerman dibeli bapak sejak kami masih kecil. Suaranya mantap, putaran untuk mencari channel ataupun volume sering saya jadikan mainan, meski jika ketahuan bapak akan dilarang.
Radio di rumah mulai menunaikan tugasnya sejak pagi pukul lima pagi. Acara favorit bapak tiap pagi adalah siaran pedesaan dari RRI Malang.
Lagu Lesung Jumengglung yang selalu dikumandangkan di awal dan akhir acara membawa kami pada indahnya suasana pedesaan.
Biasanya saat lagu Lesung Jumengglung diputar volume radio agak dikeraskan untuk membangunkan kami yang masih mengantuk.
"Ayo.. Ayo... Sekolah," kata ibuk sambil mengerjakan pekerjaan dapur dengan background Lesung Jumengglung.
Mendengar 'keriuhan' itu dengan malas kami pun bangun dan bergantian menuju kamar mandi.
Menjelang pukul enam kami sarapan. Saat itu radio mengumandangkan lagu-lagu penyemangat. Kalau tidak salah acaranya bertajuk Pagi Gembira Cerah Ceria.
Kami cepat-cepat makan, karena menuju pukul enam jarum jam seperti berputar cepat sekali.
Nah, ketika acara Pagi Gembira Cerah Ceria berakhir, lagu instrumen Rayuan Pulau Kelapa pun berkumandang. Kami bergegas mengambil tas dan berangkat sekolah.
Instrumen tersebut penanda jam sudah menunjukkan pukul enam, ketika itu sekolah masuk pukul setengah tujuh. Sementara kami sekolah radio tetap menemani bapak. Ya, bapak adalah seorang penjahit dan dalam beraktivitas beliau selalu ditemani oleh radio.