Seperti yang pernah terjadi di tahun-tahun sebelumnya, tahun ini kembali terjadi perbedaan penentuan awal puasa. Ada yang berpuasa mulai hari Sabtu adapula yang hari Minggu.
Yang mulai puasa hari Sabtu mengikuti penentuan awal puasa dengan metode hisab, sementara yang hari Minggu menunggu hasil rukyatul hilal yang dilakukan oleh pemerintah.
Tidak masalah. Semua punya dasar sendiri sendiri. Yang penting kita melaksanakan ibadah kita sebaik-baiknya.
Di kampung kami ada langgar dan masjid yang posisinya tidak begitu berjauhan. Hanya berselisih gang. Masjid ada di gang F, langgar ada di gang H. Masjid mengikuti Muhamadiyah sementara langgar mengikuti NU.
Hanya dalam beribadah saja kami beda tempat. Dalam keseharian tak ada masalah. Kami tetap baik satu sama yang lain.
Ketika tetangga di gang F puasa di hari Sabtu, di daerah kami belum. Kami mengikuti pemerintah, mulai puasa di hari Minggu.
Di hari Sabtu para penjual bakso, es, tahu campur tidak ada yang masuk ke gang F di siang hari. Sebagai gantinya banyak yang berjualan di gang kami.
Demikian juga anak-anak kecil dari gang kami tidak bermain ke sana. Maklumlah hari pertama puasa di gang F suasana begitu sepi.
Hari Minggu kami serempak berpuasa. Nah, suasana sudah mulai biasa. Anak anak bebas bermain dengan teman-temannya yang tinggal di gang F. Podho luwene, kata mereka.
Seperti halnya penentuan awal puasa, penentuan hari lebaran juga sering berbeda. Sekali lagi hal ini tidak menjadi masalah. Justru menjadi berkah, terutama bagi pedagang makanan dan anak anak.
Suatu saat ketika anak-anak saya masih kecil, gang kami berlebaran lebih dahulu daripada gang F.
Malam lebaran di gang kami begitu ramai. Takbiran di langgar, anak-anak kecil mainan kembang api dan petasan, juga para amil sibuk membagikan zakat ke rumah-rumah.