Beberapa hari yang lalu tempe sempat agak jarang di daerah saya. Rupanya kabar pemogokan pengrajin tempe dan tahu di beberapa media berimbas ke pasar-pasar.Meskipun tempe masih ada, tapi jarang dan potongannya agak kecil. Kira-kira selisih dua cm dari yang dulu. Jika dulu dua ribu rupiah bisa dipotong menjadi lima sampai enam potong, sekarang jadi empat potong.
Tapi mahal sedikit tak apalah. Yang penting masih bisa bertemu tempe dan tahu. Meski sebenarnya bisa pindah ke lain menu, tapi kalau tak ada 'dua sejoli' itu serasa ada yang kurang.
Dalam tulisan kali ini saya akan sedikit bernostalgia bagaimana guru SD saya dulu memperkenalkan bangun datar. Dan ini ada kaitannya dengan tempe dan tahu.
Kok bisa? He..he.., mari kita lanjutkan.
Serempak kami menjawab, "Kotaaak! "
Saat itu nama bangun datar yang paling kami pahami adalah kotak dan bunder (bulat /lingkaran)
Bu guru tersenyum sambil membetulkan jawaban kami.
" Ini namanya persegi panjang," kata bu guru sabar.
"Coba sebutkan lagi, namanya, " kata bu guru lagi.
"Persegi panjaaang," kata kami serempak.
Wow nama yang keren . Menyebutkan nama itu kami serasa beberapa digit lebih pintar dari sebelumnya.
Bu guru lalu memberikan contoh benda-benda yang permukaannya berbentuk persegi panjang. Mulai dari meja tulis, buku, lemari dan lain-lain, dan seperti biasa kami menambahi contoh tersebut dengan bersahut-sahutan.
Kemudian bu guru menggambar lagi sebuah bangun datar. Kali ini sebuah persegi panjang tapi keempat sisinya sama panjang.
"Kalau ini apa namanya? " tanya bu guru.
Sejenak kami terdiam.
Jawaban-jawaban mulai muncul, dan ada dua versi. Yang pertama menjawab tahu, yang kedua tetap kotak.
Lagi-lagi bu guru tersenyum mendapatkan jawaban kami.
"Ini namanya bujur sangkar, " kata bu guru.
Ya, zaman dulu kami tidak pernah menggunakan istilah persegi. Yang ada bujur sangkar .