Lihat ke Halaman Asli

Yuli Anita

TERVERIFIKASI

Guru

Kebersamaan dalam Keberagaman

Diperbarui: 25 Desember 2021   17:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi dunia anak-anak, Sumbergambar: seword.com

Di masa kecil, Natal selalu memberikan suasana menyenangkan bagi kami anak-anak kampung. Saat itu kami selalu mengintip rumah teman-teman yang merayakan Natal karena selalu ada pohon natal cantik berkelap-kelip di sana. Untuk keluarga terpandang biasanya pohon natal yang dipasang berukuran besar dan ada kado-kado natal di bawahnya, sementara untuk keluarga sederhana sebuah pohon natal kecil di atas meja di sudut ruangan cukup menggambarkan kebahagiaan mereka merayakan natal.

Saat Natal tiba, teman sepermainan yang merayakan biasanya sibuk dengan acara keluarga masing-masing. Persis dengan saya dan teman lain saat merayakan Idul Fitri.

Sesudah acara ibadah dan keluarga, siangnya kami bermain bersama kembali. Betapa senangnya mendapat bagian permen atau kue yang dibungkus kertas mengkilap berwarna warni.

Saat bermain kami tidak pernah menyinggung masalah agama. Itu urusan masing masing. Kami tetap bermain tekongan, betengan engklek bersama-sama tanpa bayang-bayang perbedaan keyakinan kami.
Mungkin itu wujud penerapan "Bagimu agamamu dan bagiku agamaku" dalam konteks yang paling sederhana, dunia anak-anak.

Sampai tiba saatnya tiba-tiba kami dihadapkan pada kondisi yang agak rumit dimana ada larangan memberi ucapan selamat hari raya pada agama yang berbeda.

Meski ada pendapat yang beragam tentang hal tersebut, rasanya tidak berpengaruh banyak pada keseharian kami. Kami tetap hidup berdampingan, saling menyapa, dan  memberikan makanan antar tetangga.

Saat idul Fitri kami saling mengantar ketupat dan opor pada tetangga tanpa melihat perbedaan keyakinan.
Demikian pula ketika tetangga yang beragama Nasrani merayakan Natal, kami juga mendapatkan hantarannya. Pun ketika ada tetangga yang merayakan Imlek kami bisa ikut menikmati kue thok kacang hijau yang berwarna merah menyala dan manis rasanya.
Semua mengalir begitu cantik dan hangat.

Toleransi beragama di kampung tak ubahnya di sekolah tempat saya mengajar. Saat peringatan hari-hari besar tertentu seperti hari raya Qurban atau Maulid Nabi kami memasak dan makan bersama.

Kepanitiaan yang dibentuk di sekolah terdiri atas guru dari lintas agama. Mulanya ditawarkan pada bapak /ibu guru  yang berbeda agama  bersedia atau tidak dimasukkan dalam kepanitiaan, dan ternyata tidak ada yang menolak. Akhirnya dalam keragaman  yang ada di sekolah kami bisa melakukan kegiatan bersama- sama.

Kebersamaan dalam keberagaman, Sumber gambar: https://fahmina.or.id/

Ya, perbedaan adalah sebuah keniscayaan. Bukankah memang Allah menciptakan kita berbeda -beda? Menjadi tugas kita bersama untuk menyikapi semua perbedaan itu dengan bijaksana dan memanfaatkannya sebagai aset yang memperkaya kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline