"Assalamu'alaikum Bulik, mau mengambil takjil.., "
Tiga anak laki-laki sudah berdiri di depan rumah dengan mengenakan busana muslim lengkap dengan kopyahnya. Ya, hari ini adalah giliran saya memberikan takjil di langgar dekat rumah.
Budaya takjilan atau memberikan takjil sudah sejak lama berlangsung di kampung saya. Hanya bedanya dulu tidak ada penjadwalan jadi siapapun dan kapanpun bisa memberikan sumbangan. Akibatnya makanan berlimpah ruah sampai mubazir karena sebagian tidak termakan. Untuk menghindari terjadinya hal tersebut akhirnya sekarang dibuat jadwal. Satu keluarga mendapat giliran sepuluh hari sekali, sementara dalam satu hari ada 5 keluarga yang memberikan sumbangan takjil.
Yang kita sumbangkan bebas sesuai kemampuan. Ada yang menyumbang buah, gorengan, minuman bahkan jika ada rezeki berlebih ada yang menyumbangkan nasi beberapa kotak. Apapun itu yang jelas sumbangan takjil selalu diterima dengan gembira.
Biasanya sumbangan takjil di langgar dibagi dua. Sebagian untuk berbuka, sebagian yang lain untuk taddarus Al Qur'an.
Arti takjil
Takjil berasal dari bahasa Arab disebut 'ta'jiilul fithr' artinya menyegerakan berbuka puasa. Akan tetapi makna tersebut kemudian mengalami pergeseran. Takjil sekarang dimaknai sebagai hidangan ringan untuk berbuka puasa, biasanya berupa kuliner khas daerah.
Takjil dikenalkan oleh wali songo saat penyebaran Islam di Indonesia. Untuk menarik perhatian masyarakat Jawa saat itu walisongo berusaha memasukkan unsur kuliner khas daerah dalam penyebaran ajaran Islam. Kuliner khas saat itu adalah kolak. Karena itu kolak sering dijadikan menu takjil.
Menurut beberapa sumber kolak berasal dari kata kholik artinya pencipta. Jadi manusia diingatkan untuk selalu mendekat pada penciptanya.
Seiring dengan perkembangan zaman, hidangan yang identik dengan takjil sudah meluas, tidak hanya kolak tapi bisa juga cendol, dawet atau yang lainnya.