Lihat ke Halaman Asli

Yuli Anita

TERVERIFIKASI

Guru

Sungguh, Aku Kasihan Sekali pada Ibukku

Diperbarui: 22 Januari 2021   13:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mengejar layang-layang. Sumber: HaloGeet.com

Pedhot = putus

Nyangsang = tersangkut

"Pedhot... Pedhot... !" teriakan itu cukup membuyarkan konsentrasi kami.  Bergegas kami berlari mengikuti arah layang-layang yang bergerak limbung karena benangnya putus.  Layang-layang yang limbung terbawa angin dengan santainya meliuk-liuk mencari tempat turun sementara kami di bawah saling berebut untuk meraih layang -layang tersebut.  Hebatnya kami,  lokasi jatuh selalu bisa diperkirakan dengan pas. 

Aku membawa galah yang tingginya sedikit melebihi tinggiku.  Ini adalah senjata sakti untuk mengejar layang-layang.  Mengapa?  Ada kode etik di antara kami,  siapa yang pertama menyentuh layang layang atau benangnya dengan atau tanpa alat,  maka dia yang berhak memiliki.  Dengan galah itu aku sering meraih layang-layang yang tinggi,  yang tidak bisa diraih teman-teman. 

Layang-layang merah itu semakin mendekat.  Aku langsung melompat.  Kuraih benangnya dengan tongkatku.

"Kena! " teriakku.

"Yah..! "  teriakan-teriakan kecewa keluar dari mulut beberapa anak.  Tapi itu biasa.  Semua segera meninggalkan aku yang menggulung benang lalu meletakkan layang-layang di punggungku.

Di punggungku sekarang ada tiga layang -layang.  Tahukah kalian?  Banyak layang-layang itu semacam pangkat dan kebanggaan bagi kami sesama pemburu layang-layang.  Semakin banyak layang-layang di punggung semakin disegani dia di antara teman-teman.  Dan itulah aku.

Saat berburu layang-layang beberapa anak terutama yang kurang lincah akan segera mengundurkan diri jika ada aku.  Ya iyalah..  Mereka pasti kalah beradu kecepatan lari atau melompat denganku.

Sebenarnya beberapa kali aku diingatkan ibuk untuk tidak mengejar layang-layang.  "Tidak usah le.. Beli sana di warung Pak Nur,  seribu dapat dua, " kata ibuk waktu itu sambil menyerahkan uang seribu rupiah. Aku tahu ibuk sangat sayang padaku, anak satu-satunya.  Tentunya beliau sangat takut jika terjadi apa-apa denganku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline