Sebagai orang Indonesia sudah selayaknya kita bangga karena kaya sekali akan cerita rakyat . Hampir tiap daerah punya cerita rakyat. Sebutlah Bawang Putih dan Bawang Merah, Panji Laras, Lutung Kasarung, Batu Belah, Malin Kundang dan banyak lagi. Tiap dongeng selalu memiliki pesan moral untuk berbuat kebajikan.
Mendengarkan cerita rakyat selalu mengingatkan saya pada bapak dan ibuk saya. Dua-duanya sangat pintar mendongeng. Saat masih kecil ketika 'didongengi' kami sering larut dalam dongeng itu. Bagaimana tidak? Bapak/ibuk selalu membawakannya dengan penuh penjiwaan. Khusus ibuk kadang ditambah dengan lagu. Setelah saya besar saya baru tahu bahwa itu lagu karangan ibuk sendiri supaya cerita lebih hidup.
Satu cerita yang sangat berkesan bagi saya adalah Timun Emas. Mengapa? Saat mendengar dongeng ini adik saya menangis tersedu-sedu membayangkan Timun Emas dikejar-kejar Buto Ijo. Hingga akhirnya cerita tidak dilanjutkan dan saya cari lanjutannya sendiri di perpustakaan.
Berikut adalah cerita Timun Emas tersebut:
Pagi telah menjelang. Kokok ayam jantan dan cericit burung yang berlompatan di atas pohon menghidupkan suasana. Seperti hari-hari biasanya Mbok Srini sudah sibuk di dapurnya. Menanak nasi dan membuat lauk untuk hari itu sebelum pergi ke hutan untuk mengumpulkan kayu dan ranting-ranting kering untuk dijual dan sebagian digunakan untuk memasak.
Mbok Srini tinggal sendirian dalam rumahnya. Beberapa tahun yang lalu suaminya telah mendahuluinya menghadap sang Khalik. Mbok Srini tidak mempunyai seorang anakpun. Kehadiran anak yang diharapkannya selama bertahun-tahun belum juga datang.
Para tetangga yang memahami kegundahan Mbok Srini memberikan nasehat pada Mbok Srini untuk menemui Buto Ijo. Konon, Buto Ijo ini bisa mengabulkan keinginan apa saja dengan syarat tertentu.
Tidak tahan dengan hari-harinya yang sepi, Mbok Srini diam-diam menemui Buto Ijo.
"Apa keinginanmu Mbok Srini? " tanya Buto ijo saat mereka bertemu di sarang Buto Ijo di tengah hutan.
"Aku ingin punya anak, tapi aku sudah tua dan suamiku sudah meninggal, " kata Mbok Srini gundah.
Buto ijo tertawa tergelak-gelak.