Mentari mulai menampakkan wajahnya di ufuk timur. Geliat pasar Bareng mulai tampak. Tukang becak dan tukang parkir mulai beraktifitas, demikian juga para pedagang mulai menata lapaknya. Kali ini saya akan menyoroti jajan pasar. Ya, makanan yang menjadi favorit banyak orang sejak zaman saya masih kecil.
Bu Siti mulai menata dagangannya. Ada cenil, lupis, horog-horog, tiwul, gatot, bledhus. Tidak lupa kelapa parut dan gula merah cair.
Beberapa pembeli sabar menunggu Bu Siti menata dagangannya. Begitu selesai pembeli mulai dilayani satu persatu. "Monggo jajan pasarnya.., " kata Bu Siti ramah kepada para pembelinya.
Satu bungkus jajan pasar berisi dua potong lupis, dua cenil sedikit horog-horog, tiwul, gatot dan bledhus. Bagian atasnya ditaburi kelapa dan gula cair yang menambah mantap, baik rasa maupun penampilan jajan pasar. Harga perbungkus lima ribu rupiah. Sangat terjangkau bahkan oleh kantong tanggal tua sekalipun.
Sebenarnya ada filosofi yang terkandung dari jajan pasar ini. Hampir semua memberikan pelajaran baik. Ada yang mengajarkan tentang kerukunan ,persaudaraan juga menghormati orang tua. Filosofi beberapa jajan pasar yang sering kita nikmati adalah :
1. Lupis
Makanan yang terbuat dari ketan yang dibentuk silinder atau segitiga ini diperkirakan sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Penyajiannya biasanya dipotong potong (lupis silinder) atau dibiarkan utuh ( segitiga). Beras ketan yang menempel erat satu dengan yang lain memberikan pelajaran tentang rasa persatuan, persaudaraaan dan kepedulian terhadap sesama yang tak mudah digoyahkan.
2. Cenil
Cenil biasanya terbuat dari singkong atau tepung ketan dan kanji yang diberi warna warni sebelum dimasak. Rasanya kenyal dan manis. Cenil yang lengket,manis dan berwarna-warni menunjukkan bahwa persatuan dan persaudaraan membuat hidup menjadi lebih indah dan menyenangkan.
3. Iwel-iwel.