Lihat ke Halaman Asli

KPK, Tolong Usut Raja Obligor BLBI Anthony Salim

Diperbarui: 15 Februari 2018   22:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: indopos.co.id

Saat kita membicarakan kasus korupsi di Indonesia, niscaya akan banyak sekali yang terlintas dalam benak, mengingat praktik-praktik kotor yang dilakukan oleh berbagai oknum tersebut sangatlah banyak di negeri ini. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seharusnya dapat menjadi lembaga negara yang mampu memberantas semua tindak pidana korupsi, di Indonesia.

Mengapa saya menggunakan kata 'seharusnya'? Karena fakta berbicara lain, lembaga anti rasuah (KPK) tersebut belum juga menunjukkan hasil yang signifikan terkait penyelidikan, penyidikan, serta penuntutan terkait korupsi, terutama yang memiliki skala merugikan negara dengan jumlah nominal yang sangat besar. Pertanyaan besarnya, akankah KPK mampu dan mau menyelesaikan pekerjaan rumah tersebut?

Jika menyebutkan kata-kata 'mega korupsi' maka benak saya akan langsung otomatis tertuju pada kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Karena sampai hari ini, total kerugian negara yang diakibatkannya masih memegang rekor sebagai yang terbesar di republik ini. Dengan tiga tahap penyaluran yang mencapai Rp 431,6 triliun, serta beban biaya yang dikeluarkan negara untuk penarikan dan pengembalian aset yang totalnya sebesar Rp 600 triliun. (Sumber)

Pekerjaan rumah KPK ini memang tidak mudah, mengingat banyaknya jumlah obligor (22 penerima) yang turut mendapatkan Surat Keterangan Lunas (SKL) dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) pada 2004 silam. Dari sekian banyak obligor tersebut, seharusnya KPK menempatkan skala prioritas untuk pengusutan dan penetapan tersangka. Kalau saya jadi KPK gampang saja, karena yang paling pertama untuk saya usut adalah obligor penerima dana likuiditas terbesar sebanyak Rp 52,7 triliun, yaitu Anthony Salim / Salim Grup.

Obligor terbesar BLBI

Anak dari Soedono Salim alias Liem Sioe Liong tersebut memang tercatat sebagai penerima BLBI terbesar diantara obligor-obligor lain. Owner PT Bank Central Asia (BCA) yang pernah menyerahkan 108 set dan uang sebesar Rp 100 miliar terkait pengembalian BLBI itu, masih memiliki hutang kepada negara sebesar Rp 33 triliun. Karena setelah diaudit oleh BPPN, jumlah set yang diserahkan tersebut hanya bernilai Rp 19 triliun. Belum sampai setengahnya dari uang yang berhasil ia rampok lewat BLBI.

Pertanyaanya, apa iya KPK berani memperkarakan Anthony Salim lewat skandal BLBI? Harusnya berani, kalau memang benar KPK merupakan lembaga independen. Dan, kalau benar KPK memang lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi, bukan Komisi Perlindungan Korupsi.

Sepak Terjang Anthony Salim / Salim Grup

Raja Obligor BLBI, Anthony Salim

Anthony Salim mewarisi kekayaan yang bertumpuk dari sang bapak, terkemuka bernama Soedono Salim alias Liem Sioe Liong. Salim Grup tumbuh besar dalam seketika berkat kemudahan monopoli yang diberikan oleh rezim Orde Baru pada saat itu. Satu yang cukup fenomenal adalah monopoli bisnis terigu melalui PT Bogasari. Tentu kita masih ingat kala itu, bagaimana Bogasari membeli bahan baku terigu lewat Bulog (dengan harga murah), kemudian setelah diolah menjadi terigu, mereka menjual kembali ke Bulog dengan margin 30% atau 5 kali lipat keuntungan.

Bayangkan jika dari satu lini bisnis saja (tepung) Salim Grup telah membebani perekonomian nasional. Belum cukup sampai disitu, mereka pun lantas membangun imperium bisnis mie lewat PT Indofood Sukses Makmur. Karena memiliki kewenangan monopoli seperti yang saya sebutkan diatas, sudah barang tentu merek dagang Indomie langsung merajai pasar dalam negeri dengan skala yangs angat cepat, mengalahkan para kompetitornya.

Membicarakan sepak terjang Anthony Salim beserta kerajaan bisnisnya memang tidak akan cukup melalui tulisan pendek ini. Namun saya ingin memberi highlight kepada bisnisnya di perbankan melalui PT BCA. Karena dari situ mereka menyelewengkan dana puluhan triliun rupiah lewat mega skandal BLBI. Bermula saat tahun 1997 (krisis moneter) yang menerpa Indonesia, sehingga BCA mengalami kesulitan likuiditas yang menjadi cikal bakal terjadinya dana kucuran ratusan triliun tersebut.

Namun parahnya, limbungnya BCA kala itu bukan melulu karena ada rush dari nasabah, melainkan karena pengelolaan bank yang tidak prudent. Hal tersebut ditandai dengan pemberian kredit secara besar-besaran kepada perusahaan yang notabene masih satu grup atau memiliki afiliasi kepada Salim Grup. Penyelewengan dana BLBI yang harusnya dipakai untuk mengembalikan dana nasabah pun digunakan untuk berbagai kepentingan seperti membayar hutang, transaksi surat berharga, penempatan baru di pasar uang antar bank, hingga untuk ekspansi kredit. (Sumber)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline