Lihat ke Halaman Asli

Menguak Strategi Pencitraan Jual Beli lion air

Diperbarui: 24 Juni 2015   15:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernah terpikir seberapa banyak pencitraan mempengaruhi kita dalam proses jual beli? ambil saja contoh gampang berikut ini yang saya kutip dari milis tetangga. Beberapa hari yang lalu kita dihebohkan oleh salah satu maskapai penerbangan nasional, lion air, dengan gebrakannya membeli 234 unit airbus, dengan harga 1,3 trilyun per unit pesawat. Bisa dibayangkan berapa banyak perusahaan yang dipimpin oleh Rusdi Kirana ini harus mengeluarkan kocek, ya, sekitar 300 trilyun rupiah. Bukan main besarnya nilai ini, hingga saat konfrensi press, presiden prancis langsung yang memberikan sambutannya dan diliput oleh salah satu media massa. Seketika dunia berhenti dan perhatian tertuju pada Lion Air dengan kemampuan jual beli nya yang demikian besar. Sebagai bangsa Indonesia saya tentu bangga dengan pencapaian ini.

Pada sebuah kesempatan makan siang di rumah seorang kawan, saya berdiskusi dengan beberapa orang teman. Apa yang dikatakan teman saya bahwa pencitraan lion air adalah hal luar biasa mengamini dugaan saya. Ya, ini adalah strategi pencitraan menciptakan positioning dengan tujuan untuk mendongkrat penjualan lion air. Namun, apakah murni pencitraan ataukan memang benar lion air membeli 234 unit pesawat airbus?

Ini adalah analisa sederhana saya. Bayangkan dana sebanyak hampir 300 trilyun, pasti tidak terbayang banyaknya, namun apakah dana sebesar itu dibayarkan langsung kepada airbus? belum tentu.

Dari berita di tv, saya mendengar bahwa airbus mampu membuat 80 unit pesawat dalam 1 tahun, dengan kata lain, jika airbus menyanggupi membuat 234 unit pesawat untuk lion air, maka dibutuhkan waktu setidaknya 3 tahun hanya untuk membuat pesawat lion air. Sedangkan, kita tahu ada puluhan maskapai penerbangan di berbagai negara
yang juga membeli airbus. Saya memang belum mendapatkan informasi ini, namun, perusahaan sekelas airbus pasti juga mendapatkan pemesanan pesawat dari maskapai penerbangan lain.

Jika saya berandai-andai, setidaknya ada 9 maskapai penerbangan lain dalam satu tahun yang juga membeli airbus, maka jika dibagi rata, jatah lion air diperkirakan menjadi 8 unit pertahun. Hasilnya adalah dibutuhkan waktu 234/8 unit = 30 tahun untuk airbus memenuhi seluruh pesawat pesanan lion air.

Lalu, bagaimana dengan kontrak dan pesanan airbus dari maskapai lain pada tahun-tahun sebelumnya yang belum diperhitungkan. Bisa jadi waktu 30 tahun menjadi lebih panjang lagi.

Hmm.. mengenai pembayaran? pasti kita sudah mendapatkan gambaran dari berapa unit pesawat yang dibuat dalam kurun waktu 30 tahun ataupun lebih. Jika saja pada tahun pertama 8 unit pesawat jadi dan dibayarkan, apakah langsung dibayarkan secara tunai sebanyak 8 x 1,3 trilyun = 10,4 trilyun. skim kredit adalah alternatifnya, bukannya tidak mungkin pembayaran sebanyak 10,4 trilyun dikredit selama 10 ataupun 20 tahun ke depan melalui bank tertentu dengan kredit tertentu.

Mungkin sudah terbayang bukan bagaimana skim pembelian dan pembayaran lion air dengan airbus.
Namun, yang lebih menarik adalah, bagaimana lion air membayar seluruh pembelian pesawat tersebut? Ya, tidak lain adalah melalui sales/penjualan. Dengan memberikan informasi mengenai pembelian airbus (strategi pencitraan) diharapkan terjadi peningkatan penjualan yang signifikan, baik didalam maupun luar negeri. Konsumen akan melihat bahwa lion air adalah perusahaan yang bonafid karena menggunakan airbus.

Benar atau tidaknya analisis ini, mari kita tunggu laporan keuangan lion air pada awal tahun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline